JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta kepada masyarakat untuk menanyakan kepada RT dan RW serta kepala desa jika mereka belum menerima bantuan sosial dari pemerintah di tengah pandemi COVID-19.
"Masyarakat saya harapkan juga menanyakan terus kepada RT dan RW-nya atau kepala desanya," kata Jokowi dalam keterangan persnya yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu, 16 Mei.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menegaskan kepada Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Menteri Sosial, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) untuk mempercepat proses penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) desa atau bantuan sosial tunai dengan memotong birokrasi yang berbelit.
"Mempercepat proses penyaluran BLT desa maupun bansos tunai dengan cara menyederhanakan prosedurnya memotong prosedurnya sehingga masyarakat segera menerima bantuan sosial ini baik itu BLT Desa maupun bansos tunai," jelas dia.
Apalagi, hingga saat ini, kata Jokowi bantuan langsung tunai tersebut belum seluruhnya disampaikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Untuk BLT desa yang diambil dari dana desa, baru tersalurkan sebanyak 15 persen.
"Artinya masih ada 85 persen yang belum diterima masyarakat. Kemudian untuk BST (bantuan sosial tunai) ini juga kurang lebih, dari informasi yang saya terima baru kurang lebih 25 persen yang diterima masyarakat. Sehingga masih ada 75 persen yang belum diterima," tegas dia.
Sehingga, percepatan ini penting untuk dilakukan. Sebab, di lapangan, kata Jokowi, dirinya melihat masyarakat banyak yang mengeluh tidak mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT) desa dan bansos tunai di tengah pandemi ini.
Diketahui, di tengah pandemi saat ini, pemerintah menggelontorkan bantuan kepada masyarakat yang terdampak. Beberapa bantuan itu berupa bantuan sosial tunai sebesar Rp600 ribu yang akan diberikan selama tiga bulan secara berturut-turut. Begitu juga dengan bantuan langsung tunai (BLT) desa.
Selain itu, ada juga bantuan penggaratisan listrik untuk pelanggan 450va dan diskon 50 persen untuk pelanggan yang menggunakan listrik sebesar 900va bersubsidi.
Selanjutnya, pemerintah juga memberikan bantuan kartu sembako untuk 20 juta penerima dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang diberikan kepada 10 juta keluarga.
Masih ada kelemahan dalam pemberian bansos
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengakui masih ada kelemahan dalam pembagian bantuan sosial di tengah pandemi virus corona atau COVID-19. Dia mengatakan, bansos ini ada yang tidak tepat sasaran bahkan ada duplikasi pemberian bantuan.
Namun, dia menilai, lebih baik duplikasi pemberian yang terjadi daripada masyarakat tidak mendapatkan bantuan sosial sama sekali di tengah pandemi ini.
"Pemerintah berpendapat, bahwa lebih baik terjadi duplikasi daripada masyarakat yang harusnya mendapatkan bantuan sosial tidak mendapatkannya," kata Askolani dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Jumat, 15 Mei.
Pemerintah menyadari ada kekurangan dalam pembagian bantuan sosial pada tahap awal. Sehingga, kata Askolani, pemerintah pusat dan daerah melakukan sejumlah perbaikan, termasuk perbaikan data penerima bantuan
"Kelemahan data yang terjadi pada tahap awal terus diperbaiki. Koordinasi pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci untuk memperbaiki data," ungkap dia.
Soal kelemahan ini juga disinggung oleh kementerian lain yang berkaitan dengan pembagian bansos. Salah satunya Kementerian Sosial. Menteri Sosial Juliari Batubara mengatakan, dalam kondisi abnormal seperti saat ini, pemerintah harus bergerak cepat memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, ia mengaku, pendataan calon penerima bantuan belum sepenuhnya tepat sasaran.
"Saya bahkan bilang, saya lebih pilih (bansos turun) cepat saat ini daripada tepat. Kenapa? Kalau tidak tepat bisa diselesaikan dan itu saya buktikan sendiri. Daripada kami sibuk memverifikasi, memvalidasi ulang data memastikan tepat sasaran COVID-19 sudah selesai, bansos baru turun," tuturnya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII bersama Menteri Desa Pembangungan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi secara virtual, Rabu, 6 Mei.
Menurutnya, di tengah kondisi seperti saat ini Kementerian Sosial harus memilih salah satu. Sehingga, keputusan yang diambil adalah penyaluran bantuan sosial secara cepat, agar masyarakat dapat segera terbantu.
"Tidak bisa dua-duanya cepat sekali dan tepat sekali. Saya kira tidak mungkin. Kita bukan satu negara yang mempunyai infrastruktur data canggih," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, adanya tumpang tindih sasaran dalam penyaluran dana bantuan sosial dalam sejumlah program yang dijalankan pemerintah untuk mendukung masyarakat miskin yang terdampak pandemi.
Namun, menurut Sri, hal itu jauh lebih baik ketimbang mereka tidak mendapatkan dukungan apa-apa di masa yang sulit seperti saat ini.
"Banyak yang menanyakan apakah kemungkinan akan ada tumpang tindih? Kemungkinan itu ada. Tetapi itu mungkin lebih baik, daripada tidak dapat," tuturnya, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat, 8 Mei.
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, saat ini pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat Jabodetabek dan non Jabodetabek sebesar 55 persen dari total masyarakat Indonesia.
"Kita sudah mencakup lebih dari mendekati 55 sampai 59 persen dari penduduk Indonesia mendapatkan Bansos. Entah dalam bentuk sembako atau BLT maupun yang ada di dalam kartu sembako," ucapnya.