Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi nengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) nomor 1 tahun 2020 menjadi Undang-Undang (UU). Padahal, kehadiran Perppu ini mendapat kritik publik, bahkan beberapa lembaga masyarakat juga mengajukan uji materi ke Mahkamah Konsitusi (MK).

Perppu yang kini telah menjadi UU tersebut mengatur tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan virus corona atau COVID-19, dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional serta stabilitas sistem keuangan.

Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna bertanya kepada semua anggota DPR yang hadir apakah dapat menyetujui Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang.

"Apakah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekenomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan Dapat disetujui jadi UU? Setuju?," ucap Puan, dalam rapat paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 Mei.

"Setuju," jawab seluruh anggota.

Dari 9 fraksi yang ada di Parlemen, hanya satu fraksi, yaitu Fraksi PKS yang menolak Perppu Nomor 1/2020 tersebut menjadi UU.

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan rasa terima kasihnya atas persetujuan dan pandangan-pandangan fraksi terhadap Perppu ini. Menurut dia, ini merupakan catatan yang penting bagi pemerintah dan nantinya akan digunakan sebagai landasan konstruktif untuk menjalankan peraturan tersebut.

Selain itu, Sri Mulyani mengaku yakin, Perppu ini merupakan salah satu instrumen yang tepat dalam menghalau dampak negatif lebih lanjut dari pandemi tersebut.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah akan terus sigap dalam merespons dan memperbaiki kebijakan yang ada dalam menghadapi COVID-19.

"COVID-19 ini terus berlanjut. Kami akan terus memperbaiki berbagai respons policy agar masyarakat dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi bisa mendapatkan perlindungan," tutur Sri.

Pemerintah, kata Sri, akan mengimplementasikan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tahun ini hingga tahun depan. Menurut dia, ini berjalan pararel dengan penanganan dampak COVID-19 terhadap di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani. (Irfan Meidianto/VOI)

Lebih lanjut, Sri mengatakan, dengan demikian kebijakan ekonomi makro dan arah kebijakan fiskal di tahun 2021 akan berfokus pada upaya-upaya pemulihan ekonomi. Sekaligus upaya reformasi untuk mengatasi masalah fundamental ekonomi jangka menengah-panjang. 

"Fokus pembangunan pada pemulihan industri, pariwisata, dan investasi, reformasi sistem kesehatan nasional dan jaring pengaman sosial, serta reformasi sistem ketahanan bencana. Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional yang sedang berada dalam momentum pertumbuhan," jelasnya.

Perppu 1/2020 Tak Bisa Selamatkan Ekonomi

Seperti diketahui, pasca diumumkan bahwa Indonesia memiliki kasus positif pada awal Maret lalu, langsung direspons pemerintah dengan berbagai kebijakan. Salah satunya, menyiapkan penanganan sektor keuangan bila dampak virus ini terus berlanjut dengan menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

Namun, Ekonom Senior Faisal Basri menilai, Perppu tersebut tidak mencerminkan penanganan COVID-19 di Tanah Air dan tidak efektif. Sebab, Perppu tersebut dikeluarkan bukan untuk fokus penangananan COVID-19, melainkan Perppu tentang sektor keuangan.

"Perppu yang keluar adalah Perppu tentang sektor keuangan, penanganan pandeminya tidak jelas," tuturnya, dalam diskusi virtual bertajuk 'Ongkos Ekonomi Hadapi Krisis COVID-19', Jumat, 24 April.

Faisal tak menampik, bahwa pandemi COVID-19 ini menyasar ke seluruh sektor termasuk sektor riil ekonomi Tanah Air. Namun, Perppu ini tidak membantu penanganan COVID-19, seharunya jika fokus pemerintah adalah penanganan virus ini, maka yang harus dikeluarkan adalah Perppu penanganan pandemi.

"Tidak ada keraguan jika sektor riil kena. Jadi kembali poin saya adalah kita bisa merencanakan sebaik mungkin, mempersiapkan dengan sebaik mungkin, kalau Perppu yang keluar itu adalah tentang penanganan pandemi," tuturnya.

Digugat ke MK

Perppu Nomor 1 Tahun 2020 digugat ke Mahkamah Konsitusi (MK). Uji materi ke MK di antaranya diajukan oleh mantan Ketua MPR RI Amien Rais; mantan Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin; dan guru besar ilmu ekonomi Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono. Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia juga melakukan langkah yang sama.

Salah satu objek yang digugat oleh para penggugat tersebut yakni Pasal 27 ayat (1) yang dinilainya berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi dan Pasal 27 ayat (2) dan (3). Adapun, pasal 27 ayat (2) dan (3) mengatur tentang imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu itu.

Namun, gugatan yang dilakukan oleh berbagai tokoh ke MK, terancam tidak dapat diterima. Sebab, DPR telah menyetujui Perppu tersebut menjadi Undang-Undang.

Sekadar informasi, ketika UU Penetapan Perppu sudah diundangkan, maka perkara pengujian Perppu kehilangan objek perkara, karena itu MK harus memutus dengan amar tidak dapat diterima.

Meskipun gugatan terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini, secara otomatis tidak akan diterima oleh MK, namun para penggugat bisa kembali mengajukan gugatan dengan objek baru yakni UU Nomor 1 Tahun 2020.