JAKARTA - Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) merilis catatan terkait penanganan COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu yang dikritisi oleh lembaga ini adalah penanganan pandemi COVID-19 yang terkesan berorientasi dengan sektor ekonomi.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut, hal ini sudah tampak sejak pandemi COVID-19 terjadi di dunia namun belum masuk ke Indonesia. Kata dia, ketika banyak negara menyusun kebijakan terkait untuk mencegah masuknya COVID-19, Indonesia justru tidak melakukannya.
Menurut dia, saat itu pemerintah justru mengambil kebijakan berlawanan dengan melakukan pendekatan perekonomian dan pariwisata.
Hal yang sama juga terjadi ketika pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Demi menjaga agar perekonomian tetap bergerak, pemerintah malah mengeluarkan beberapa peraturan seperti Surat Edaran Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Nomor 7 Tahun 2020 tentang permohonan izin kegiatan perindustrian di masa darurat kesehatan serta berbagai aturan lainnya yang cenderung mendukung gerak perekonomian.
"Semestinya kesehatanlah yang menjadi dasar dalam membuat kebijakan. Jadi ini kelihatan terbalik," kata Taufan dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Humas Komnas HAM, Selasa, 28 Juli.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, kepentingan menjaga sektor ekonomi ini juga tampak ketika pemerintah justru memutuskan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.
Sementara untuk mengatur masalah kesehatan, Taufan menyebut pemerintah hanya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar yang merupakan turunan dari UU Kekarantinaan Kesehatan.
"Jadi sampai hari ini ada legalitas yang lemah sebetulnya. Katakanlah ada daerah yang sekarang ini memberikan sanksi kepada warga yang dianggap melanggar protokol kesehatan, enggak cukup kuat. Itulah dulu kenapa kita mengajukan Perppu," tegasnya.
Komnas HAM berharap, ke depan harus ada sejumlah pembenahan terkait regulasi. Sebab, masalah yang ditimbulkan akibat COVID-19 akan kompleks dan belum jelas kapan berakhirnya.
"COVID-19 yang berdampak pada banyak dimensi itu semestinya membutuhkan sebuah regulasi yang jelas dan tentu saja tata kelola," pungkasnya.