JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan, di masa pandemi virus corona atau COVID-19 ini, banyak masyarakat yang jatuh miskin atau disebutnya sebagai 'miskin kagetan'.
Dia mengatakan, ekonomi masyarakat jatuh setelah kehilangan pekerjaan akibat penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa pandemi.
"Mereka adalah penduduk kita yang sebelumnya tidak miskin, namun sekarang jatuh miskin akibat COVID-19, atau yang saya sebut miskin kagetan. Akibat dampak dari COVID-19," kata Muhadjir dalam konferensi pers secara daring yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat, 8 Mei.
Pemerintah membuat skenario jaring pengaman sosial atau social safetynet bagi masyarakat miskin yang terdampak COVID-19. Selain melakukan jaring pengaman sosial, pemerintah juga turut membantu masyarakat tidak mampu yang sudah lebih dulu tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bantuan.
Muhadjir mengatakan, fokus pemerintah sekarang adalah membantu masyarakat yang miskin karena kehilangan pekerjaan di tengah pandemi. Karenanya, untuk masyarakat yang belum terdaftar dalam DTKS, dia mengatakan, akan segera dilakukan verifikasi lanjutan agar bantuan tepat sasaran.
"Sesuai arahan Presiden diperhatikan betul kelompok masyarakat yang mendadak jadi miskin ini," tegasnya.
Muhadjir menambahkan, pemerintah telah membagikan bantuan untuk masyarakat terdampak COVID-19, di antaranya; paket sembako, program keluarga harapan, bantuan langsung tunai desa, hingga penurunan tarif listrik.
Sebagian program tersebut, kata Muhadjir, merupakan bantuan rutin yang diberikan oleh Kementerian Sosial dan Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal. Namun, selama masa pandemi COVID-19 ini program-progam tersebut ditambah jumlah daya serapnya.
BACA JUGA:
Jaring pengaman sosial dari dana desa
Menteri Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan akan ada bantuan langsung tunai (BLT) desa yang dananya akan bersumber dari realokasi dana desa.
Adapun proses pendataan keluarga penerima manfaat, kata dia, akan dilaksanakan dari tingkat RT atau rukun terangga dan akan dilaksanakan oleh tiga orang relawan desa merujuk dari DTKS yang sudah ada sebelumnya.
"Masing-masing RT diupayakan didata oleh tiga orang relawan desa," kata Halim dalam konferensi pers yang sama.
Dia menjelaskan, setelah proses pendataan dan validasi oleh relawan desa, data yang sudah ada dibawa ke musyawarah desa khusus untuk divalidasi, sehingga semua pihak terlibat dan tahu siapa saja keluarga penerima manfaat.
Setelah ada kesepakatan dalam musyawarah khusus, data kemudian dibawa ke tingkat Kabupaten untuk dilakukan sinkronisasi sehingga tidak ada tumpang tindih dengan bansos lainnya. "BLT itu kuncinya dua, yaitu kecukupan dan ketepatan sasaran," ungkap Halim.
"Dua hal ini tidak boleh ditinggalkan dan kalau terpenuhi, seharusnya tidak ada masalah," tutupnya.