Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah akan memulangkan satu jenazah anak buah kapal (ABK) WNI yang bekerja di kapal milik China pada esok hari, 8 Mei. Pemulangan ini dilakukan karena adanya dugaan perbudakan kerja yang dterima ABK.

Jenazah berinisial EP merupakan ABK kapal Long Xin 627. Retno menjelaskan, pada 26 April, Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Beijing menerima informasi dari awak kapal bahwa EP mengalami sakit.

"Yang bersangkutan sakit yaitu sesak napas dan batuk berdarah. Atas permintaan KBRI, pihak agen (penyalur) membawa dia ke Busan Medical Center untuk dirawat namun akhirnya meninggal di rumah sakit karena pneumonia," kata Retno dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 7 Mei.

"KBRI terus berkoordinasi untuk memfasilitasi kepulangan almarhum EP yang direncanakan pulang 8 Mei 2020," lanjut dia.

Selain itu, lanjut Retno, pemerintah akan juga membawa pulang 14 rekan ABK yang bekerja satu kapal Long Xin 629 dengan EP pada esok hari. Sebelumnya, mereka telah diturunkan dari kapal atas dasar kemanusiaan.

"Mereka dikarantina di salah satu hotel di Busan selama 14 hari," katanya.

Di kapal yang sama pula, Kementerian Luar Negeri mendapat informasi 3 ABK yang juga meninggal dunia sebelum EP. Pada 26 Maret, ABK bernama AR sakit dan dipindahkan dari kapal Long Xin ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa ke pelabuhan untuk berobat.

Namun, dalam perjalanan pada 27 Maret, AR meninggal dunia di atas kapal Tian Yu. Awak kapal lain memutuskan untuk melarungkan jenazah (mengubur ke laut) pada 31 Maret pukul 8.00 waktu setempat di perairan Samudera Pasifik.

Keputusan pelarungan jenazah ini diambil oleh kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular. Hal ini juga mendapat persetujuan awak kapal lainnya. 

"Pihak kapal telah memberi tahu pihak keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan di laut tertanggal 3 maret 2020, pihak keluarga sepakat menerima kompensasi kematian," ucap Retno.

Pengungkapan kasus

Sebelum kasus EP dan AR, Kemenlu mendapat informasi ada 2 ABK WNI lain yang sebelumya telah meninggal dunia dan dilarung ke laut pada Desember 2019. Seluruh ABK yang meninggal merupakan awak kapal Long Xin 260 dengan jumlah empat orang.

Sebagai informasi, publik dihebohkan atas pemberitaan media asal Korea Selatan MBC News yang melaporkan terdapat WNI yang merupakan anak buah kapal (ABK) meninggal dunia di kapal Long Xin 629 milik China. 

Penyebab meninggalnya ABK di kapal nelayan milik China tersebut karena perbudakan. Para anak buah kapal asal Indonesia ini diduga diwajibkan bekerja yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia.

Kasus yang dilaporkan oleh stasiun televisi MBC ini ramai diketahui oleh masyarakat Indonesia, setelah seorang Youtuber bernama Jang Hansol yang fasih berbahasa Indonesia, dalam akun Korea Reomit, menjelaskan kronologi pemberitaan tersebut.

Setelah menonton tayangan berita MBC, Hansol menyatakan ada eksploitasi kepada pekerja termasuk ABK WNI tersebut. Mereka, kata Hansol, diwajibkan bekerja selama 18 jam per hari. 

Kemudian, mereka hanya mendapat enam jam untuk istirahat sekaligus jam untuk makan. Selama berada di dalam kapal, para ABK tak mendapatkan air minum yang layak. Mereka hanya dapat meminum air laut yang difiltrasi.

Paspor para ABK disita, sehingga tidak bisa melarikan diri. Tak hanya itu, ABK yang bekerja di laut selama 13 bulan ini hanya menerima gaji 140 ribu won atau sekitar Rp1,7 juta. 

Akibatnya, tiga nyawa ABK melayang karena terserang penyakit dalam kapal di tengah lautan tersebut. Jenazah ketiga ABK ini tak dibawa menuju daratan, melainkan dilarung ke lautan lepas. Satu jenazah lain meninggal di rumah sakit. 

Mayat ABK dimasukkan dalam kantong, kemudian para awak kapal lain melakukan kegiatan mirip seperti upacara pemakaman, lalu jenazah digotong dan dilarung ke tengah laut.