Bagikan:

JAKARTA - Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyatakan, masyarakat tak bisa menyimpulkan jumlah tes pemeriksaan COVID-19 di Indonesia masih sangat sedikit, hanya dengan membandingkan progres di negara lain. 

Wiku bilang, masyarakat mesti tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia. Terlebih, Indonesia merupakan negara kepulauan yang selama ini menjadi negara berkembang. Status negara maju yang dinobatkan kepada Indonesia juga belum lama disematkan. 

"Tidak bisa serta-merta dibandingkan dengan negara lainnya, yang mungkin juga secara ekonomi lebih tinggi dengan penduduknya yang lebih rendah," kata Wiku dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 5 Mei. 

Pemerintah memiliki target dalam satu hari bisa 10 ribu pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) menguji spesimen cairan liur (swab) untuk mendeteksi virus corona. Namun, sampai saat ini Indonesia baru bisa memeriksa 6-7 rib spesimen per hari. 

Meski begitu, lanjut Wiku, pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan jumlah pemeriksaan kasus COVID-19. Caranya, dengan mempersiapkan laboratorium biosafety level 2 (BSL). 

Selain peralatan, pemerintah juga meningkatkan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi, dengan jumlah minimal dua kali lipat dari alat yang ada di laboratorium. Sebab, banyaknya jumlah SDM akan meminimalisasi tenaga yang kelelahan. 

"Jadi, dengan adanya back-up SDM yang lain, maka beroperasinya bisa lebih lebih banyak dan petugas kesehatannya atau laborannya tidak kelelahan. Sebab, berbahaya sekali jika petugas laboran yang dipaksa untuk bekerja terus, nanti malah dia yang akan sakit karena imunitas akan menurun," jelas Wiku. 

Sebagai informasi, sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Amrta Institute, Lokataru Foundation, YLBHI, LBH Jakarta, Rujak Center for Urban Studies dan Urban Poor Consortium merilis hasil penelitian bahwa persentase pengujian tes COVID-19 yang dilakukan indonesia sangat kecil. 

Hal ini terbukti jika dibandingkan dengan sejumlah negara terbanyak korban COVID-19. Persentase yang dimaksud adalah perbandingan tes yang dilakukan dengan populasi dalam suatu negara. 

Direktur Amrta Institute Nila Ardhianie menjelaskan, negara seperti Jerman, Italia, dan Spanyol sudah melakukan tes terhadap 3 persen populasi penduduknya. 

Kemudian, Amerika Serikat dan Rusia melakukan tes kepada 2 persen dari seluruh populasi penduduknya. Singapura dan Brunei Darussalam sudah melakukan tes sebanyak 3 persen. 

"Sedangkan tes di indonesia belum mencapai 0,1 persen. Ini menunjukkan bahwa persentase pengujian di Indonesia adalah sangat kecil," ujar Nila. 

Padahal, menurut Nila, mestinya Indonesia bisa menaikkan jumlah tes hingga memadai. Sebab, hal itu sangat dibutuhkan untuk menghasilkan estimasi tepat, sehingga menghasilkan respons kebijakan pemerintah yang tepat juga.  

"Jumlah tes yang rendah dikhawatirkan menghasilkan estimasi yang lebih rendah dari apa yang sebenarnya terjadi. Ujungnya, malah menghasilkan respon kebijakan yang tidak tepat," ungkap dia.