JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang meralat dan meminta maaf terkait pemberian nilai E penanganan pandemi kepada Provinsi DKI.
"Kami merasakan sekali, sejak Pak Menkes menjabat Desember 2020 lalu, kerja bersama kita jadi amat baik. Beliau cerdas, bijak, open minded, cepat sekali bekerjanya, dan selalu mengutamakan kolaborasi," kata Anies dalam keterangannya, Jumat, 28 Mei.
Budi memberikan klarifikasi penilaian yang dilontarkan oleh Wakil Menteri Kesehagan bukan ditujukan untuk mengategorisasi penilaian kinerja tiap daerah.
Sependapat dengan pernyataan Menkes, Anies menekankan Pemprov DKI selalu mengutamakan keselamatan warga dalam penanganan pandemi ini. Penanganan pandemi sejatinya harus berdasarkan fakta, transparan, dan bekerja keras dalam jangka panjang.
"Penilaian dengan skema seperti yang sempat dikeluarkan oleh Wamenkes itu justru berisiko mengganggu kerja serius penanganan pandemi. Untuk itu, kami mengapresiasi klarifikasi Pak Menkes. Pak Menkes paham betul dan sudah terbiasa kerja berbasis sains dan bukti lapangan,” jelas Anies.
Dengan adanya klarifikasi tersebut, Anies mengatakan hal ini dapat membangkitkan kembali semangat tenaga kesehatan di Jakarta yang selama ini sudah menangani pasien COVID-19.
Anies melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta akan dengan senang hati bekerja bersama Kementerian Kesehatan untuk menyusun penilaian situasi risiko secara lebih objektif, kontekstual dan menjadi pendorong bagi seluruh daerah untuk secara serius menuntaskan masalah pandemi ini.
"Kami berharap, Kementerian dapat mereview kembali cara penghitungan kondisi risiko di situasi wilayah yang mana bukan sebagai penilaian kinerja COVID-19,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyebut DKI Jakarta jadi satu-satunya provinsi dengan nilai penanganan pandemi dengan rapor merah atau nilai E. Hal ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Jumat, 28 Mei.
Pernyataan ini langsung diklarifikasi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Budi meminta maaf. Ia meralat, penilaian Kemenkes yang dipaparkan Dante bukanlah penilaian kinerja yang telah disusun matang.
"Terus terang, saya juga baru mendiskusikan angka-angka atau pedoman umum ini sekitar 4 minggu yang lalu. Kita lagi mempelajari bagaimana penerapanya apakah cocok atau tidak. Kita sedang melakukan simulasi di beberapa daerah, baik itu provinsi, kabupaten, dan kota," kata Budi.
Budi menegaskan, indikator risiko laju penularan hingga penanganan COVID-19 yang disampaikan Dante merupakan indikator risiko berdasarkan pedomoan WHO yang terbaru.
BACA JUGA:
Ada pun indikator penilaian penanganan pandemi tiap provinsi itu dilihat dari level laju penularan, yakni indikator jumlah kasus, adanya kasus impor, kemunculan klaster kasus, hingga transmisi kasus dalam skala komunitas.
Kemudian, level laju penularan ini disandingkan dengan level kapasitas respons pemerintah provinsi dalam penanganan kasus, yakni testing, tracing, dan treatment (3T).
Lagipula, indikator ini digunakan sebagai analisa internal di Kementerian Kesehatan untuk melihat persiapan kita menghadapi lonjakan kasus sesudah liburan lebaran kemarin.
"Indikator risiko ini, saya tegaskan, bukan, sekali lagi, bukan merupakan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten atau kota. Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh Kemenkes secara internal untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kita harus merespons," jelas dia.