Mengingat Kembali Kisah Masa Kecil Dudung Abdurachman
Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman saat memimpin Apel Gelar Kesiapan untuk COVID-19, Rabu 10 Februari (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memutasi dan merotasi perwira tinggi TNI. Tujuan mutasi-rotasi ini terkait optimalisasi pelaksanaan tugas TNI yang semakin kompleks dan dinamis. Salah satunya adalah Dudung Abdurachman yang kini jadi Pangkostrad, sebelumnya Pangdam Jaya.

Dudung adalah perwira tinggi TNI Angkatan Darat. Ia sempat menjabat Gubernur Akmil. Karier TNI dudung dirintis dari Akabri Darat. Lulus Akabri tahun 1988, Dudung menerima pangkat letnan dua.

Sebelum menjabat sebagai Gubernur Akmil dan Pangdam Jaya, Dudung pernah menduduki posisi Waaster Kasad pada tahun 2017 hingga 2018.

Posisi Pangdam Jaya yang dijabat Dudung dilegitimasi dengan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/588/VII/2020 tertanggal 27 Juni 2020.

Kisah Masa Kecil Dudung

Dudung lahir di tengah keluarga sederhana. Kondisi ekonomi keluarga, ditambah meninggalnya sang ayah membuat Dudung turun tangan membantu cari nafkah dengan mengantar kue dagangan sang ibunda.

"Setelah bapak enggak ada, ibu berjualan kue. Ibu berjualan kue, kerupuk masih mentah, terasi, saya harus nyari kayu bakar di sekitar dekat rumah. Karena kita masak pakai kayu bakar. Saya keliling di rumah-rumah jualan kue," kata Dudung, dikutip dari wawancaranya bersama Kompas TV, Jumat, 20 November 2020.

Selain berkeliling di lingkungan rumah, Dudung juga mengantar kue-kue dagangan itu ke kantin Kodam 3 Siliwangi di Jalan Aceh, Kota Bandung, Jawa Barat. Pengalaman buruk bersinggungan dengan anggota TNI pernah Dudung alami di sana.

Kue klepon yang Dudung bawa pernah ditendang seorang tamtama hingga jatuh ke tanah. Namun, di sisi lain, pengalaman itu juga yang memacu tekad Dudung untuk menjadi seorang perwira TNI.

"Jadi saya antar ke Kodam 3 Siliwangi. Saya antar ke kantin karena saya sudah biasa. Karena yang jaga mungkin tamtama baru, dia belum kenal. Padahal saya tiap hari antar kue. Ditendangnya klepon itu. Akhirnya 55 (potong) bubar semua itu, pada gelindng-gelinding. Saya balik lagi minta ke ibu diganti baru."

"Dari situ saya mulai bangkit. Mulai, awas nanti saya bilang. Saya jadi perwira nanti. Di situlah saya mulai ada cita-cita pengen jadi perwira," kata dia.

Di masa SMA, Dudung mencari nafkah dengan menjadi loper koran. Setiap hari ia pergi ke Cikapundung untuk mengambil koran dan mengantarnya ke sejumlah pelanggan. Hal itu Dudung lakukan tiap pagi sebelum berangkat sekolah.

"Jadi saya ikut ngantar koran waktu itu. Yang punya koran itu pak Mulyono. Jadi saya ikut. Jam 3.30 WIB pagi saya udah ke Cikapundung ngambil koran, kemudian saya antar koran."

"Sebelum saya antar ke pelanggan, saya baca-baca dulu itu. Setelah saya tahu perkembangan, saya tahu situasi dan segala macam isi koran itu."

Dudung lagi-lagi mendapatkan pengalaman buruk bersama TNI ketika menjadi loper koran. Ia pernah "ditabok" seorang mayor TNI karena telat mengantar koran.

"Ada koran waktu itu saya terlambat, sampai ditabok sama ada mayor kavaleri itu. Koran itu jatuh, kemudian agak kotor. Pas saya kasih, ditabok. Sudah itu pengalaman," ujar Dudung.