Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai stok vaksin COVID-19 yang ada saat ini masih belum membuat tenang.

Pasalnya, dengan jumlah masyarakat yang harus divaksin minimal 181 juta orang untuk mencapai kekebalan kawanan (herd immunity), maka dibutuhkan stok vaksin sejumlah 362 juta untuk 2 kali penyuntikan tiap orang.

Sementara, jumlah stok vaksin yang dimiliki Indonesia hanya 83,9 juta dosis.

Menurutnya, pengalaman Indonesia di awal Pandemi COVID-19 yang terkesan tidak siap telah membuat kapasitas testing dan tracing tidak maksimal. Hal itulah yang membuat banyak terjadi pembatasan sosial untuk menekan laju penularan COVID-19 seperti momentum Idulfitri lalu.

Politikus Nasdem itu pun membandingkan dengan Rusia yang sudah melakukan PCR test sebanyak 135 juta untuk jumlah penduduk sekitar 144 juta jiwa. Dengan data tersebut, kata dia, Rusia dapat mengelola pandemi di negara mereka dengan pembatasan yang tidak lagi perlu terlalu ketat.

“Manajemen pandemi seperti itu yang harus dilakukan dengan baik sehingga tidak perlu banyak pembatasan-pembatasan yang ketat," ujar Martin, Rabu, 26 Mei.

Dia menegaskan, pengalaman testing dan tracing tak optimal tersebut tidak boleh terulang untuk tahapan vaksinasi yang sedang dijalankan pemerintah.

Martin mengingatkan direksi BUMN agar jangan mengulang cerita yang sama soal vaksinasi. Sebab percepatan vaksinasi di Indonesia masih sangat lambat. 

 

"Dan juga stok yang tersedia juga, sorry to say, kita masih belum bisa melihat bahwa stok yang tersedia itu membuat kita tenang. Bahwa semua orang akan bisa mendapatkan vaksinasi. Nah, karena itu kita harus bahu membahu," kata Martin.

Untuk mencapai target-target tersebut, legislator dapil Sumatera Utara itu menyarankan agar suksesi vaksinasi jangan hanya dibebankan kepada BUMN, melainkan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk swasta.

“Kalau yang memegang peranan hanya BUMN, saya rasa nggak akan sanggup. Jadi buka kesempatan, kalau perlu kumpulkan semua stakeholder yang ada di masyarakat kita, juga dunia usaha, bagaimana kita mencapai 181 juta herd immunity itu," tegas Martin.

 

Paling penting, sambungnya, adalah pencatatan yang dilakukan dengan oleh baik Kementerian Kesehatan dan pihak-pihak stakeholder terkait soal vaksinasi.

 

"Jangan sampai terulang persoalan vaksinasi kita tidak maksimal, sehingga pandemi ini kemudian tidak selesai-selesai di kita dan lambat sekali progresnya. Itu juga bisa membahayakan penduduk kita dan perekonomian kita juga,” pungkas Martin.