Guru SDN di Jaksel Sebar Hoaks Soal Palestina dan Presiden, Ujungnya Menyesal
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Ima Mahdia membongkar salah satu isi grup pesan WhatsApp dengan nama "Guru se DKI Jakarta G4". Ada satu guru yang menyebar isu hoaks soal Palestina dan Presiden.

"Sertifikat izin masuk dari pemerintah Palestina tahyn 1935 untuk Simon Perez sebagai cleaning Service. Puluhan tahun kemudian, ia menjadi PM Israhell (Israel) dan mendzolimi serta membantai bangsa Palestina. Mirip dg Cina masuk ke Indonesia unskill labor bertahun2 tinggal di Indonesia tahu2 jadi presiden," tulis isi pesan tersebut.

Ima menuturkan, pesan ini ia temukan dalam unggahan tangkapan layar yang tersebar di medsos Twitter. Ima langsung mengonfirmasi hal ini ke Kepala Dinas Pendidikan DKI Nahdiana. 

"Saya langsung tanya ke bu Kadis Pendidikan. Saya bilang apakah benar ini guru yang melakukan. Dia bilang oknum guru. Jadi, setelah dicek ternyata adalah guru SDN di salah satu di Jaksel," kata Ima saat dihubungi, Senin, 24 Mei.

Dinas Pendidikan DKI menyebut sang guru sudah menyampaikan permintaan maaf berserta tanda tangan di atas materai. Tapi, Ima lantas meminta Nahdiana memberi sanksi kepada guru pegawai negeri sipil (PNS) tersebut. 

Sebab, pemberian sanksi bisa menimbulkan efek jera dan mencegah munculnya penyebaran berita bohong lain.

"Seorang guru kok bisa sampai menyebarkan hoaks. Kita juga prihatin dan peduli dengan kejadian di Palestina. Tetapi enggak dibenarkan juga kalau kita menyebarkan hoaks," ujarnya.

"Ini harus ada efek jera biar tidak menimbulkan hoaks-hoaks lainnya. Apalagi dia tenaga pendidik yang akan dicontoh oleh siswa-siswi. Kalau disebarkan hoaks terus kan makin enggak benar saja kita punya generasi bangsa," tambah Ima.

 

Terpisah, Humas Dinas Pendidikan DKI Taga Radja Gah menyebut guru yang menyebarkan kabar hoaks tersebut sudah dipanggil oleh tim Penilaian Prestasi Kerja (PPK) PNS. 

Guru tersebut mengakui perbuatannya salah dan menyesal. Meskipun, pembelaannya hanya meneruskan informasi yang ia dapat dan tidak ada niat menghina Presiden.

"Ternyata memang dia menyesali betul bahwa itu tidak benar. Dia tidak ada niatan untuk menghina Presiden. Kedua, itu bukan tulisan dia, tetapi dia hanya ngeshare saja. Intinya, dia melakukan itu tidak benar dan mengakui itu tindakan tidak tepat," jelas Taga.

Soal pemberian sanksi, Taga menyebut hal itu sedang diproses. "Untuk sanksinya lagi diproses, yang jelas pembinaan itu pasti, akan dipanggil dinas terkait," tambahnya.