Gojek dan Traveloka Enggan jadi Mitra Kartu Prakerja karena Bukan <i>Core Business</i>-nya
Ilustrasi Gojek. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Manajemen pelaksana program Kartu Prakerja mengungkap, bahwa ada dua perusahaan startup berstatus unicorn menolak menjadi mitra Kartu prakerja. Dua perusahaan tersebut yakni Gojek dan Traveloka.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengungkap, pada awal penyusunan program Kartu Prakerja, pemerintah telah mengundang beberapa startup seperti Bukalapak, Tokopedia, Gojek, Traveloka dan lainnya.

Denni menjelaskan, tujuan awal pemerintah menggandeng startup tersebut menjadi mitra adalah untuk belajar mobile business

Namun, kata Denni, keduanya menolak bergabung bersama delapan platform lainnya dengan alasan bisnis yang dijalankan oleh Kartu Prakerja tidak sejalan dengan bisnis inti yang telah mereka kembangkan.

"Gojek dan Traveloka mengatakan 'kami belum masuk dulu'. Mereka sudah assesment dan mereka mengatakan Kartu Prakerja bukan termasuk platform bisnis mereka. Bukan core business mereka," ujar Denni dalam video conference bertema 'Kartu Prakerja: Anda Bertanya, Kami Jelaskan', Rabu, 29 April.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari.

Pemerintah saat ini menyediakan lebih dari 2.055 pelatihan yang bisa diikuti di 233 lembaga melalui delapan platform yang menjadi mitra program Kartu Prakerja. Adapun delapan mitra Kartu Prakerja adalah, Tokopedia, Ruangguru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Pijar Mahir, dan Sekolahmu dan Kemenaker.go.id.

Denni pun menjelaskan, pemerintah tidak melakukan penunjukkan ataupun lelang dengan platform-platform digital yang tergabung sebagai mitra Kartu Prakerja tersebut. Menurut dia, bentuk kedelapan platform tersebut murni bergabung dengan bentuk kerja sama.

"Terkait delapan ini, diskusinya sejak 2019. Jadi ini bukan pemaksaan," jelasnya.

Menurut Denni, pada saat mengundang platform digital, diskusi antara pemerintah dan perusahaan ini berangkat dari temuan permasalahan kenapa kualitas pekerja di Indonesia kurang dan perlu ditingkatkan. Salah satu hasilnya adalah kurangnya minat pekerja mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan.

Kemudian, kata Denni, masalah lain yang timbul adalah pemerintah melihat adanya asimetris informasi. Yakni suatu kondisi yang terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Hal itu yang membuat pemerintah memilih mengembangkan pelatihan secara digital.

"Orang bisa mudah memilih, membandingkan mendapatkan informasi training yang tepat. Karena itu kenapa jalan digital diambil," jelasnya.

Saat ini pemerintah menyediakan lebih dari 2.055 pelatihan yang bisa diikuti di 233 lembaga melalui delapan platform yang menjadi mitra. Adapun jumlah pendaftar kartu prakerja mencapai 8,6 juta orang per Selasa, 28 April. Di mana pada gelombang satu terdapat 168.111 peserta yang lolos dan 288.154 orang peserta lolos gelombang kedua Kartu Prakerja.