Belva Harusnya Jadi Contoh Bagi Staf Khusus Presiden yang Lain
Adamas Belva Devara (Foto: Instagram @belvadevara)

Bagikan:

JAKARTA - CEO Ruangguru yang dipilih dan dilantik menjadi staf khusus milenial Presiden Joko Widodo, Adamas Belva Devara mengumumkan pengunduran dirinya. Dia mundur setelah banyaknya polemik di tengah masyarakat soal Ruangguru yang jadi mitra Kartu Prakerja.

Meski sempat berpolemik, namun publik kemudian mengapresiasi mundurnya Belva. Bahkan, dia diharap bisa menjadi contoh bagi staf khusus lainnya yang tidak mampu bekerja secara maksimal.

Melalui akun Instagram pribadinya, @belvadevara, dia menyampaikan surat terbuka kepada publik terkait keputusannya untuk mundur dari stafsus Presiden Jokowi. Surat resmi pengunduran diri ini telah disampaikan kepada Jokowi, sejak 17 April dan telah diterima Istana.

Dia menjelaskan, keputusannya untuk mundur dari jabatan stafsus Jokowi guna menghindari persepsi publik mengenai keterlibatan Ruangguru sebagai salah satu mitra pelatihan dalam program kartu prakerja. Apalagi, belakangan publik kerap mengaitkan hal ini karena Belva merupakan CEO Ruangguru yang juga menjabat sebagai stafsus presiden.

Dalam unggahannya, Belva juga menjelaskan proses terpilihnya Ruangguru sebagai mitra Kartu Prakerja sudah berjalan sesuai proses yang ada. "Seperti yang telah dijelaskan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja (PMO), proses verifikasi semua mitra Kartu Prakerja sudah berjalan sesuai aturan yang berlaku, dan tidak ada keterlibatan yang memunculkan konflik kepentingan," ungkapnya.

"Saya mengambil keputusan yang berat ini karena saya tidak ingin membuat polemik mengenai asumsi atau persepsi publik yang bervariasi tentang posisi saya sebagai Staf Khusus Presiden menjadi berkepanjangan," imbuh pria lulusan tiga universitas di Amerika Serikat yaitu Massachusetts Institute of Technology, Stanford University dan Harvard University itu.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, mundurnya Belva harus bisa jadi contoh bagi staf khusus milenial yang tak mampu bekerja di dalam pemerintahan.

"Justru Belva bisa jadi contoh bagi stafsus milenial lain kalau memang tidak mampu, mending mundur aja sekalian," kata Hendri kepada VOI pada Rabu, 22 April.

Namun, Hendro punya pertanyaan untuk Belva soal keputusannya mundur dari jabatan stafsus presiden ini. "Pertanyaan besarnya, kenapa Belva enggak pilih mundur sebagai CEO Ruangguru saja?" ujarnya.

Meski dengan berbagai polemik yang ada, Hendri meyakini, jabatan staf khusus milenial ini adalah sebuah terobosan karena memberikan ruang bagi anak muda meski sedikit beresiko. Sebab, jika staf milenial ini gagal bukan tak mungkin jabatan ini akan dihapus.

Belajar kejadian ini, Hendri mengatakan, Jokowi harusnya bisa mengatur ulang tugas mereka yang awalnya untuk memberikan masukan yang segar khas anak muda.

Sementara, Hendri juga berpesan pada stafsus ini agar tak banci tampil di hadapan media.

"Ini kan banyak stafsus banci tampil juga. Maksudnya kalau jadi stafsus ya sudahlah, percayakan aja sama juru bicara. Mereka enggak usah ngomong, berikan masukan ke Pak Jokowi saja," ungkapnya.

 

Peneliti di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira yang pernah mengajak Belva untuk berdebat soal program Kartu Prakerja, juga memberikan apresiasi terkait pengunduran diri tersebut. Menurutnya, pengunduran diri itu adalah bentuk pertanggungjawaban Belva untuk lebih profesional menjalankan bisnisnya.

"Belva telah menunjukkan bahwa Milenial harus memiliki integritas dan bisa menghindari konflik kepentingan yang muncul ketika berada dalam posisi di Pemerintahan," kata Bhima dalam keterangan tertulisnya.

Hanya saja, dengan mundur dari jabatannya bukan berarti polemik terkait Kartu Prakerja dan Ruangguru usai begitu saja. Menurutnya, harus ada investigasi lebih lanjut soal keterpilihan Ruangguru sebagai mitra Kartu Prakerja mengingat Memorandum of Understanding (MoU) Ruangguru sebagai salah satu mitra Kartu Prakerja muncul ketika Peraturan Teknis belum dikeluarkan pemerintah.

Lagipula, kartu yang jadi salah satu program jaring pengaman sosial di tengah pandemi COVID-19 ini dianggap bukan jawaban atas kesulitan ekonomi bagi pekerja yang terdampak. "Kartu Prakerja tidak menjawab persoalan krisis yang dihadapi. Bahwa korban PHK lebih membutuhkan bantuan berupa cash transfer/BLT dibandingkan dengan pelatihan online," tegasnya.

Sehingga untuk menghindari pemborosan, harusnya pemerintah menyetop anggaran untuk Kartu Prakerja tersebut dan mengalihkan anggarannya langsung kepada masyarakat agar berdampak langsung pada daya beli masyarakat di tengah merebaknya COVID-19.

Atau jika ngotot masih ingin memberikan pelatihan pada masyarakat, kata Bhima, sebaiknya pemerintah memberikan subsidi internet selama tiga sampai lima bulan supaya seluruh masyarakat bisa mengakses konten pelatihan serupa di YouTube maupun platform lainnya.

Bhima juga berharap mundurnya Belva bisa contoh bagi stafsus milenial lainnya yang hingga saat ini masih merangkap jabatan sebagai petinggi perusahaan. Tujuannya, agar tidak terjadi konflik kepentingan mengingat karir mereka masih panjang dan ada jutaan mata milenial lain di Indonesia yang siap mengawasi segala gerak-gerik stafsus ini.

"Saya berharap staf khusus milenial lainnya yang memiliki konflik kepentingan antara bisnis dan jabatan publik untuk mengikuti jejak Belva, yakni memilih salah satunya tetap menjadi stafsus atau profesional melanjutkan bisnis startupnya," ujarnya.

Pada November 2018, Presiden Jokowi mengangkat tujuh orang anak muda yaitu: Putri Indahsari Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Andi Taufan Garuda, Gracia Billy Mambrasar, Ayu Kartika Dewi, Angkie Yudistia, dan Aminuddin Maruf yang rata-rata masih berusia 30 tahun.

Kata Jokowi, stafsus milenial ini akan bertugas memberi terobosan dan inovasi dalam mengelola negara serta menjadi teman diskusinya. Sebagai staf khusus milenial, tujuh orang ini menerima gaji sebesar Rp51 juta sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 144 tahun 2015.