DPR Minta KPK Usut Dugaan Korupsi Terkait Program Kartu Prakerja
Gedung DPR (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah anggota DPR RI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi program Kartu Prakerja yang anggarannya mencapai Rp5,6 triliun.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengatakan, program Kartu Prakerja ini merupakan ide diterapkan di masa pandemi virus corona atau COVID-19, yang juga berimbas pada ekonomi masyarakat. Tapi, kata dia, pelaksanaan program ini terkesan ganjil.

"Bagaimana delapan vendor digital tanpa tender yang diberikan kuota raksasa, Pak Ketua, oleh pemerintah. Bagaimana bisa terjadi, bagaimana strategi pengawasannya. Tidak cukup mundur, Pak, ini korupsi," kata Arteria dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama KPK yang ditayangkan di akun YouTube DPR RI, Rabu, 29 April.

Adapun delapan vendor yang disinggung oleh Arteria adalah Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir, dan Sisnaker.

Selain soal dugaan penyelewengan dalam program tersebut, Arteria juga menyoroti dua staf milenial Presiden Joko Widodo yaitu, Adamas Belva Syah Devara dan Andi Taufan Garuda Putra, yang mundur dari jabatan mereka setelah berpolemik.

Belva adalah CEO dari Ruangguru yang perusahaannya adalah mitra kerja dalam program Kartu Prakerja. Sedangkan, Taufan adalah CEO PT Amartha yang menyurati camat di seluruh Indonesia dengan kop surat Sekretariat Kabinet untuk membantu menangani COVID-19 melalui perusahaannya.

"Saya muda enggak pernah merampok uang rakyat, ini anak muda baru umur 20-an tahun merampok uang rakyat triliunan. Malu kita anak muda," ujar Arteria.

"Kita minta tolong Pak Ketua, mainkan ini," tegasnya.

Permintaan pengusutan ini juga datang dari anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboe Bakar Al-Habsyi. Katanya, pengusutan dugaan korupsi di dalam program ini harus dilakukan. Apalagi, penunjukkan mitra Kartu Prakerja tidak melalui proses pengajuan tender dan memakan anggaran cukup besar.

"Penunjukan vendor tanpa tender. Ini luar biasa untuk proyek yang dianggarkan sebesar Rp5,7 triliun," ujar Al-Habsyi dalam rapat yang sama.

Menurut dia, program sebesar itu tak cukup jika hanya mendapatkan pelatihan yang bisa diakses secara daring dan gratis lewat platform yang sudah ada.

"Bagikan saja konten gratis, uangnya dibagikan ke mereka untuk modal kerja. Jangan sampai uang sebesar Rp5,6 triliun menguap tanpa arti dan melahirkan pengangguran baru setelah ikut pelatihan online," tegasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan segala informasi yang sudah disampaikan kepada dirinya akan didalami lebih lanjut dan tidak tergesa-gesa. KPK, kata dia, ingin mengumpulkan fakta dan bukti yang ada terlebih dahulu.

"Tadi ada disebut tentang program Prakerja, informasi kita terima dan kita dalami karena sekali lagi kita tidak bisa kerja grasak-grusuk," kata Firli.

Gedung KPK (Angga Nugraha/VOI)

Setelah nantinya ada fakta dan bukti yang terkumpul membuktikan adanya tindak pidana korupsi, Firli menegaskan, KPK akan segera melakukan pengusutan.

"Kalau iya ditemukan bukti permulaan, kita kejar bukti yang cukup sehingga membuat terang pidana dan kita temukan tersangkanya," tegasnya.