Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyampaikan harapannya agar rentetan kekerasan antara Israel dan Palestina akan segera berakhir.

Harapan itu ia nyatakan setelah melakukan percakapan melalui telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Perkiraan dan harapan saya adalah ini akan segera berhenti, tapi Israel punya hak untuk mempertahankan diri," kata Biden kepada wartawan di Gedung Putih dikutip Antara dari Reuters, Kamis, 13 Mei. 

Biden tidak menjelaskan alasan di balik sikapnya yang optimistis. Dia mengatakan tim keamanan nasionalnya sudah sering melakukan kontak dengan mitra-mitra mereka di Israel, Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab untuk mencoba menyelesaikan konflik tersebut.

Kekerasan terjadi Jumat pekan lalu, 7 Mei di Masjid Al Aqsa Yerusalem pada saat kemarahan meningkat karena warga Palestina kemungkinan akan digusur dari rumah-rumah mereka di tanah yang diklaim oleh pemukim Yahudi. Bentrokan meningkat pada Senin, 10 Mei.

Gedung Putih mengeluarkan pernyataan tentang pembicaraan antara Biden dan Netanyahu.

Pernyataan itu menyebutkan Biden mengutuk serangan roket oleh Hamas dan kelompok-kelompok lain terhadap sasaran di Israel.

Biden juga disebutkan "menyampaikan dukungannya yang tak tergoyahkan bagi keamanan Israel dan hak sah Israel untuk mempertahankan diri dan rakyatnya, sekaligus melindungi warga sipil."

"Ia juga menyampaikan dorongan Amerika Serikat agar ketenangan yang berkelanjutan dipulihkan. Ia juga berkeyakinan bahwa Yerusalem, kota yang sangat penting bagi orang-orang beriman dari seluruh dunia, harus menjadi tempat yang damai," bunyi pernyataan itu.

Kedua pemimpin sepakat untuk terus menjalin kontak secara pribadi pada hari-hari mendatang dan bahwa tim kedua negara akan sering melakukan pembicaraan, isi pernyataan tersebut.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken, dalam pembicaraan melalui telepon pada Rabu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengutuk "serangan roket dan menekankan bahwa ketegangan perlu diturunkan dan kekerasan saat ini dihentikan," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price melalui pernyataan.