JAKARTA - Kelompok militan Palestina Hamas menyebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Amerika Serikat Joe Biden bertanggung jawab atas tewasnya sandera di Jalur Gaza, Palestina.
Menurut Pusat Informasi Palestina, anggota Biro Politik Hamas Izzat al-Rishq menekankan pada Hari Minggu, tanggung jawab atas kematian sandera yang ditahan oleh militan di Gaza, terletak pada kabinet rezim Zionis, yang bersikeras untuk terus melakukan genosida dan menghindari perjanjian gencatan senjata, serta Pemerintah AS karena dukungannya terhadap rezim Israel dan partisipasinya dalam perang melawan rakyat Gaza.
"Jika Presiden Biden peduli dengan kehidupan para tawanan, ia harus berhenti memberikan dukungan finansial dan militer kepada rezim Israel dan menekan rezim tersebut untuk segera menghentikan perang," kata Al-Rishq, melansir IRNA 2 September.
Pada Minggu pagi, tentara rezim mengumumkan penemuan jasad enam sandera di Rafah, yang ditangkap pada 7 Oktober 2023, selama Operasi Badai Al-Aqsa.
Gedung Putih mengumumkan bahwa salah satu tawanan yang tewas adalah warga negara Amerika Serikat.
Ia berpendapat, mereka yang akan membayar harga atas kejahatan brutal dan genosida selama 11 bulan terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza adalah PM Netanyahu, kabinet garis kerasnya dan semua pendukung perang melawan Gaza.
Pejabat Hamas itu menganggap Pemerintah AS dan Presiden Biden secara pribadi bertanggung jawab atas kejahatan harian rezim pendudukan Israel dan genosida di Gaza, yang mengakibatkan lebih dari 150.000 orang menjadi martir dan terluka, 69 persen di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
BACA JUGA:
Diketahui, sekitar 1.200 orang tewas dan 250 lainnya ditangkap sebagai sandera, akibat serbuan kelompok militan yang dipimpin Hamas ke wilayah selatan Israel pada 7 Oktober 2023, menurut perhitungan Israel, seperti mengutip Reuters.
Itu dibalas dengan operasi darat dan udara Israel. Otoritas kesehatan di Gaza mengumumkan pada Hari Minggu, korban tewas warga Palestina sejak konflik terbaru pecah telah mencapai 40.738 orang, sementara korban luka-luka mencapai 94.154 orang, seperti dikutip dari Xinhua.