JAKARTA - Tenaga medis paling rentan menjadi korban virus corona atau COVID-19. Beberapa di antaranya meninggal dunia setelah menjadi menjalani tugas sebagai garda terdepan pencegahan virus ini.
Tertularnya para tenaga medis pun melalui banyak cara. Paling banyak terjadi karena mereka berkontak langsung dengan pasien ketika merawat pasien positif COVID-19. Namun, muncul pola baru terkait dengan penularan virus kepada para tenaga medis. Penyebarannya terjadi karena banyak pasien yang berbohong mengenai riwayat penyakitnya.
Pola tersebut sudah menyebabkan 11 tenaga medis di wilayah Kota Bekasi tertular. Mereka dinyatakan positif terjangkit COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan swab.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Cabang Kota Bekasi Komaruddin Askar mengatakan, belasan tenaga medis yang tertular merupakan dokter umum dan spesialis. Mereka diduga kuat terjangkit pada saat pemeriksaan.
"Pasien tidak menyampaikan sama dokter yang memeriksa bahwa dia ada kontak dengan yang positif. Setelah di belakang baru tahu kita, karena pasien yang diperiksa sudah kontak dengan keluarga dan temannya," ucap Komaruddin, Rabu, 22 April.
Dari belasan tenaga medis itu, beberapa di antaranya sudah dinyakatan sembuh. Sedangkan, sisanya masih menjalani perawatan dan isolasi mandiri.
BACA JUGA:
Dengan munculnya pola penyebaran tersebut, kata Komaruddin, diharapkan para tenaga medis selalu menggunakan alat pelindung diri (APD) ketika memeriksa pasien yang memiliki gejala COVID-19.
"Ada 6 dokter diisolasi di rumah masing-masing, 1 dokter di rawat di rumah sakit, dan 4 dokter dinyatakan sembuh," katanya.
Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarief menyebut, terjadinya pola penularan tersebut disebabkan kesalahan pasien dan tenga medis. Seharusnya, ketika mengalami gejala COVID-19 pasien harus jujur soal riwayat penyakit dan kesehariannya. Sehingga, tenaga medis bisa mengetahui penyakit yang diderita.
"Sebetulnya memang betul masyarakat harus jujur mengenai riwayat karena penyakit wabah ini juga terkait dengan persoalan riwayat," tegas Syahrizal.
Sementara, kesalahan di sisi tenaga medis, kata Syahrizal, seharusnya di saat pandemi COVID-19, mereka wajib menjalani protap yang ada dengan menggunakan APD sebagai benteng pertama dalam pencegahan penularan.
Kemudian, di setiap rumah sakit juga harus dilakukan kegiatan screening di pintu masuk. Terlebih di ruang UGD yang memiliki potensi besar terjadinya penyebaran virus SARS-CoV-2.
"Rumah sakitlah yang harus melakukan tindakan International Precaution- langkah pencegahan untuk melindungi tenaga keseharan tertular dari pasien," tandas Syahrizal.