JAKARTA - Pemerintah tidak lagi mengimbau masyarakat untuk tidak mudik, namun telah resmi mengeluarkan larangan mudik bagi masyarakat. Larangan ini, bertujuan untuk memutus rantau penyebaran virus corona atau COVID-19.
Namun, kebijakan ini menuai beragam reaksi. Salah satunya, tentang bagaimana dampaknya pada ekonomi Indonesia. Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, kebijakan pelarangan mudik Hari Raya Idulfitri atau Lebaran ini berpotensi menurunkan ekonomi nasional. Sebab, tradisi yang dilakukan tiap tahun ini biasanya menjadi ladang pertumbuhan konsumsi masyarakat.
Namun, Enny mengatakan, tak ada cara lain, cara ini harus dijalankan pemerintah untuk menekan angka penyebaran virus COVID-19. Apalagi, pasien positif virus ini terus bertambah jumlahnya.
"Mudik ini biasanya jadi amunisi pertumbuhan ekonomi, mobilitas orang akan diikuti pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tapi sekarang kan fokus kita ke COVID-19," dalam diskusi virtual yang digelar Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, Rabu, 22 April.
Enny mengatakan, jika pemerintah tidak fokus untuk menyetop penyebaran virus COVID-19 ini, maka wabah ini tidak akan bisa selesai. Sehingga, dampak terhadap pemulihan ekonomi juga akan lama.
BACA JUGA:
Di sisi lain, Enny berujar, potensi masyarakat untuk melakukan mudik saat ini juga sudah menurun drastis. Ada beberapa faktor penyebabnya. Salah satunya, pegawai negeri sudah dilarang mudik dan libur Lebaran sudah direlokasi ke waktu yang lain.
Kemudian, lanjut Enny, para pekerja sektor informal pun sudah lebih dahulu melakukan mudik, sebelum aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik dikeluarkan.
Apalagi, kata Enny, dengan diberlakukannya PSBB, transportasi umum mengalami pembatasan operasional dan kapasitas penumpang. Hal ini juga menjadi faktor masyarakat mengurungkan niat untuk mudik.
Enny berujar, saat ini fokus pemerintah harus benar-benar tertuju pada pembatasan pergerakan manusia untuk bepergian, karena mobilasi masyakarat adalah masalah utama penyebaran virus ini. Jika kebijakan ini tidak segera diperketat, maka ditakutkan pandemi ini tidak akan berakhir.
"Kalau pemerintah enggak fokus, ambigu, khawatir kita, Mei, Juni aja enggak akan selesai. Kalau enggak selesai, enggak ada yang bisa bertahan hidup tanpa penghasilan untuk dua, tiga bulan ke depannya," tuturnya.