Rencana Polri Soal Skema Penutupan Akses Mudik
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melarang masyarakat yang berada di kota-kota besar untuk pulang ke kampung halaman. Hal ini merupakan upaya lanjutan pencegahan penyebaran virus corona atau COVID-19 yang semakin meluas. Polri ikut andil dalam rencana itu pun dan mulai merancang skema penutupan ruas-ruas jalan.

Dalam skema tersebut, nantinya semua akses keluar kota akan ditutup. Jalan tol hingga ruas jalan-jalan arteri pun akan disekat agar tak ada satupun masyarakat yang pergi meninggalkan kota untuk pulang ke kampung halaman.

Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Benyamin mengatakan, rencana larangan mudik berlaku bagi semua jenis kendaraan, baik pribadi maupun umum. Dalam penerapannya, mereka yang kedapatan keluar kota akan diminta untuk kembali ke tempat asal.

"Di jalan nasional juga ada, arteri juga ada. Tiap kabupaten, kalau jalan tol ada titik-titik tertentu tapi kalau di luar jalan tol itu nanti di tiap kabupaten ada itu sekat-sekatnya," ucap Benyamin, Selasa, 21 April.

 

Namun, untuk mekanisme penerapan atau penindakan, kata Benyamin, belum bisa disampaikan secara detail. Alasannya, aturan itu masih dalam proses penggodokan beberapa instansi terkait seperti Kementerian Perhubungan.

Meski demikian, aturan itu tidak akan berlaku bagi beberapa kendaraan pengakut bahan pokok dan Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal ini bertujuan untuk tetap menjaga perpurataran roda ekonomi.

"Jadi banyak sekali nanti aturan-aturan yang masih dalam penggarapan, masih dalam pembahasan supaya masyarakat ini tetap di rumah saja," ungkapnya.

Selain itu, aturan tersebut juga tidak akan berlaku kepada masyarakat yang ingin pulang ke kampung halaman dengan alasan yang sangat mendesak. Tapi, mereka harus terlebih dahulu mengantongi izin dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 pusat.

Ketika tak mengantongi izin tersebut dan tetap memaksa, mereka akan mendapat kesulitan selama perjalanan. Sebab, penyekatan jalan akan dilakukan hampir di setiap daerah atau kabupaten.

"Harus ada izin dari itu, kalau ada izin dari itu nanti bisa kita lewatkan. tapi kalau tidak ada surat izin itu juga, di tengah-tengah akan ada sekat-sekat lain. Misalnya BBM tidak bisa isi di tengah perjalanan," katanya.

Presiden Joko Widodo sudah mengambil keputusan untuk melarang masyarakat mudik ke kampung halaman demi mencegah penyebaran COVID-19 di berbagai wilayah. Setelah mengambil kebijakan ini, Jokowi memerintahkan jajarannya mempersiapkan larangan tersebut dan dampaknya ke depan.

"Pada rapat ini saya ingin menyampaikan bahwa mudik semuanya akan kita larang. Oleh sebab itu, persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini mulai disiapkan," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas pembahasan antisipasi publik yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 21 April.

Kebijakan ini bukan hanya didasari oleh hasil survei tapi juga dikarenakan saat ini bantuan bagi masyarakat terdampak COVID-19 secara ekonomi, seperti bantuan sembako dan bantuan sosial termasuk kartu prakerja sudah disalurkan.

Menambahkan, Plt Menteri Perhubungan (Menhub) yang dirangkap oleh Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut larangan ini akan mulai berlaku efektif pada, 24 April mendatang. 

"Larangan mudik ini berlaku efektif terhitung sejak hari Jumat, 24 April 2020. Ada sanksinya, namun untuk penerapan sanksi yang sudah disiapkan akan efektif mulai 7 Mei," kata Luhut

Larangan ini, lanjut Luhut, diambil setelah Kementerian Perhubungan melaksanakan survei sebanyak tiga kali dan terakhir dilaksanakan pada 15 April yang lalu. Hasilnya, sekitar 21 persen masyarakat tetap ingin mudik di masa pandemi seperti sekarang ini meski sosialisasi tersebut.

Adapun larangan mudik ini diberlakukan untuk wilayah Jabodetabek dan wilayah lainnya yang sudah masuk dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta zona merah penyebaran COVID-19. Sedangkan untuk pelaksanaannya, kata Luhut, akan diatur oleh pemerintah daerah.

"Larangan mudik ini nantinya tidak diperbolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk ke wilayah khususnya Jabodetabek. Namun, logistik masih dibenarkan (masuk), masih diperbolehkan arus lalu lintas orang di dalam Jabodetabek atau yang dikenal istilah aglomerasi," ujarnya.