Rekomendasi Komnas HAM Selesaikan Masalah di Papua: Dialog Damai Hingga Buat Mekanisme Pemulihan Korban
Pasukan gabungan TNI dan polisi tiba di Ilaga, Kabupaten Puncak, Sabtu 1 April (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan rekomendasi untuk pemerintah dalam menyelesaikan persoalan yang ada di Papua. Setidaknya, ada empat rekomendasi yang harusnya dan salah satunya adalah membuka dialog damai sebagai penyelesaian siklus kekerasan dan diskriminasi lainnya.

"Rekomendasi Komnas HAM atas situasi yang ada di Papua, dialog damai sebagai penyelesaian siklus kekerasan dan pembuka jalan untuk isu lain terkait ketidakadilan, diskriminasi, hak ulayat, dan lain-lain," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari dalam sebuah agenda diskusi yang ditayangkan secara daring di YouTube, Kamis, 6 Mei.

Dia mencontohkan, selama ini presiden memang kerap mengedepankan investasi dan ini juga dilakukan di Papua. "Tetapi kita mungkin lupa bahwa sebagian orang Papua itu menggantungkan hidupnya dari hutan," ujarnya.

Sehingga, penting bagi pemerintah untuk memperhatikan hak ulayat dan hal ini bisa dicapai dengan dialog damai. Adapun yang dimaksud dengan hak ulayat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.

Rekomendasi kedua, pemerintah harus memastikan proses penegakan hukum berjalan secara adil dan transparan kepada mereka yang bersalah. Dalam hal ini, kata Beka, penegakan hukum bukan hanya dilakukan kepada kelompok kriminal bersenjata (KKB) tapi juga terhadap personel TNI dan Polri.

"Penegakan hukum bukan ke KKB saja tapi juga kepada aparat TNI Polri yang memang bersalah kemudian membawa korban masyarakat biasa, saya kira itu juga harus diberi sanksi dan dihukum. Jadi, tidak hanya berkonsentrasi pada KKB saja," tegasnya.

Berikutnya, pemerintah juga harus menjalankan mekanisme UU Otonomi Khusus. Mekanisme ini dianggap menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu.

"Keempat, membangun kebijakan dan mekanisme pemulihan pemulihan korban pelanggaran HAM yang berat. Trauma, relasi sosial, ekonomi, dan lain-lain," ujarnya.

Lebih lanjut, Beka juga memaparkan ada tiga situasi umum yang jadi perhatian Komnas HAM. Pertama, siklus kekerasan yang tidak berhenti dan terus memakan korban jiwa mulai dari anggota TNI Polri, masyarakat sipil, aktivis, bahkan masyarakat yang bukan asli Papu. 

"Selain korban jiwa, juga ada luka-luka dan juga menimbulkan kerusakan fasilitas publik," ungkapnya.

Kedua, masalah kualitas dan jangkauan layanan publik yang belum menjangkau semua daerah di Papua untuk memenuhi hak ekonomi, sosial, dan budaya. Beka juga menyebut, pemerintah daerah setempat juga belum bisa memberikan layanan maksimal terhadap warga.

Terakhir, pemerintah juga dianggap lebih mengutamakan pendekatan pemenuhan hak ekonomi dibandingkan hak lainnya seperti hak sipil, politik, sosial, dan budaya.

"Kalau di pemerintahan yang sekarang, Pak Jokowi dihitung mungkin sudah lebih dari 12 kali Pak Jokowi ke Papua," kata Beka.

"Tapi kan itu lebih banyak membangun infrastruktur, investasi, dan tidak kemudian menegasikan hak lain misalnya soal hak sipil, politik, sosial, dan budaya bagaimana dengan soal masyarakat adatnya, hak ulayat, dan lainnya. Itu situasi umum di Papua," pungkasnya.