Pro Kontra Aksi Wali Kota Gibran Rakabuming Pecat Lurah karena Pungli
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka (Foto: Twitter @PEMKOT_SOLO)

Bagikan:

JAKARTA - Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mencopot Lurah Gajahan Suparno karena adanya tindakan pungli (pungutan liar). Pemecatan itu menuai pro dan kontra. 

 

Warga Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon meyakini eks Lurah Gajahan Suparno tidak bersalah dalam kasus dugaan pungutan liar berkedok penarikan zakat oleh oknum Linmas.

 

Oknum Linmas menarik zakat senilai Rp11,5 juta dari 145 toko yang ada di kawasan Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. 

 

Penarikan itu bermodal surat yang diduga ditandatangani Suparno, sehingga sosoknya langsung dipecat Wali Kota Solo Giban dari jabatannya.

 

Diprotes Warga

 

Usai pencopotan itu, muncul spanduk dukungan untuk Suparno dari sekelompok masyarakat.

 

Dukungan untuk Suparno salah satunya terlihat dari foto yang tersebar di aplikasi perpesanan WhatsApp (WA). Terlihat warga memasang spanduk bertuliskan dukungan untuk Suparno dan memasangnya di depan kantor Kelurahan Gajahan.

 

Tampak dari foto itu, peristiwa terjadi saat hari gelap. Beberapa spanduk itu bertuliskan 'Save Lurah', 'We Trust Suparno' dan 'Lurah Hebat Kok Dipecat'.

 

"Dipasang jam 02.00 WIB tadi, tapi jam 06.00 WIB sudah dicopot. Spanduk dibawa ke RW 07, dibawa pemuda di sana karena disuruh membersihkan. Tadi Pak Camat ke sini, Satpol PP ke sini," kata Ketua RT 01/RW 05 Gajahan, Joko Purwanto di kediamannya, Senin, 3 Mei.

 

Joko sendiri mengaku kecewa dengan pencopotan Lurah Gajahan. Menurutnya, Suparno adalah sosok lurah yang baik.

 

"Kecewa, karena orangnya baik di masyarakat. Masalah pungutan itu saya enggak tahu, kok tiba-tiba dipecat, ya kecewa. Warga ya mendukung (lurah), enggak terima dicopot," ujar dia.

 

Gibran Jawab Protes  

 

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka angkat bicara setelah mendapat protes dari warga Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon soal pemecatan lurah mereka, Suparno. 

 

Bagi Gibran, pungutan liar (pungli) dalam bentuk sedekah dan zakat fitrah tetaplah kesalahan dan harus dipertanggungjawabkan.

 

"Kesalahan sudah jelas. Suratnya sudah jelas, dia mutarin surat seperti apa, redaksi seperti apa. Ya tetap salah, dia kan bertanggungjawab," kata Gibran di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Senin, 3 Mei. 

 

Gibran juga mempersilahkan warga yang hendak mengumpulkan tandatangan dukungan sebagai bentuk protes agar lurah mereka tidak dipecat. 

 

Dipuji PDIP

 

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung langkah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang memecat Lurah Gajahan karena terlibat pungutan liar zakat Idulfitri.

 

Menurut politikus PDIP Hendrawan Supratikno, langkah Gibran menunjukkan seorang pemimpin yang cerdas. Sebab, meminta dana kepada warga berkedok sedekah tidak dibenarkan. 

 

"Langkah awal yang bagus. Menggeser persepsi dan tradisi yang keliru merupakan pintu masuk pemosisian politik yang cerdas," ujar  kepada VOI, Selasa, 4 Mei.

 

Dalam kondisi Indonesia saat ini, kata Hendrawan, menghadirkan wajah birokrasi yang melayani rakyat sangat penting. 

 

"Itu menjawab kerinduan rakyat banyak," jelas anggota Komisi XI DPR itu.

 

Terkait adanya hujatan warga yang tak terima lantaran lurahnya dipecat Gibran, Hendrawan menilai setiap kebijakan memang ada resiko. Namun, kata dia, patut diacungi jempol Gibran berani ambil sikap sebagai pemimpin muda.

 

"Setiap pemosisian politik (political positioning) mengandung risiko. Setiap perjuangan selalu berhadapan dengan resistensi atau kekuatan status-quo. Justru di situ greget dan nyali diukur oleh publik," kata Hendrawan. 

 

Antara Tegas dan Pencitraan

 

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin sepakat, siapapun yang terlibat pungutan liar (pungli) apalagi seorang kepala daerah memang harus ditindak dan disanksi sesuai peraturan hukum peraturan perundang-undangan. 

 

Namun, Ujang mempertanyakan apakah dalam pemecatan lurah, Gibran sudah melalui prosedur yang ada. Jangan sampai pemberhentian tugas tersebut hanya menjadi pencitraan semata.

 

"Pertama, pemecatan itu apakah memang sesuai prosedur atau tidak? Kan ada prosedurnya lurah itu kan PNS, kalau di dalam adminstrasi kotamadya pegawai negeri dia. Atasannya memang camat lalu wali kota. Cuma persoalannya itu, apakah memang pemecatan itu sesuai prosedur atau tidak? Itu mungkin menjadi persoalan sendiri," ujar Ujang kepada VOI, Selasa, 4 Mei.

 

Apabila ada protes dari masyarakat yang membela lurah tersebut, kata Ujang, adalah hal wajar. Sebab, pungli seperti itu kerap terjadi di mana pun di daerah Indonesia, termasuk instansi-instansi.

 

"Nah kenapa yang kena lurah itu saja? Itu menjadi persoalan," katanya.

 

Kedua, biasanya ada aturan peringatan. Apabila lurah tersebut bersalah semestinya ada teguran lebih dulu dari atasan. 

 

"Aturannya seperti apa? Biasanya kan ada peringatan satu, peringatan dua, dan sebagainya. Kalau langsung pecat jadi tanda tanya dari pendukung lurah itu sendiri," jelas Ujang.

 

"Ketiga, kita tentu ingin pemerintahan daerah di mana pun itu bersih. Nah cara membersihkannya pun masing-masing. Kalau ada hujatan tentu menjadi reisiko juga dari seorang wali kota," sambungnya.

 

Kendati demikian, Ujang menilai pemecatan tersebut bisa jadi langkah tepat ditengah banyaknya fenomena pungli di instansi pemerintah. Namun dilain sisi, wajar pula jika Gibran menebar citra tegas untuk menaikkan levelnya di pemerintahan.

 

"Kan dimana-mana (pungli, red) tapi memang ada kepala daerah ada yang mau naik gubernur ke tingkat berikutnya harus meningkatkan kinerja bagus. Satu sisi dilakukan karena ada pungli, satu sisi karena pencitraan. Politik kan biasa," tandas Ujang Komarudin.