JAKARTA - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat keputusan mengenai fatwa etik dokter dalam beraktivitas di media sosial.
Hal ini merupakan buntut dari unggahan video Tiktok Kevin Samuel dalam akun @dr.kepinsamuelmpg.
Dalam video tersebut, Kevin membuat sebuah video parodi yang menarasikan tentang bidan yang seolah-olah tengah meminta dirinya mengecek pembukaan pada rahim pada pasien wanita yang akan melahirkan.
Video Kevin viral di media sosial dan mendapat tanggapan negatif dari warganet. Alasannya, video tersebut terindikasi mengandung unsur pelecehan seksual terhadap perempuan.
BACA JUGA:
Ketua MKEK IDI Pukovisa Prawiroharjo menyebut, fatwa etik kedokteran di media sosial ini mengikat seluruh Dokter di Indonesia.
"MKEK semua tingkatan agar melakukan sosialisasi. MKEK berwenang melakukan klarifikasi terhadap suatu informasi dugaan pelanggaran etik, pembinaan, dan atau proses kemahkamahan pada Dokter Indonesia yang tidak sesuai dengan isi fatwa," kata Pukovisa saat dikonfirmasi VOI, Sabtu, 1 Mei.
Fatwa tersebut memuat aturan bagi dokter agar tetap mengedepankan nilai positif ketika beraktivitas di media sosial.
Selain itu, dokter juga diminta untuk menghindari promosi diri berlebihan dan dilarang mengungkapkan identitas pasien.
Berikut isi lengkap fatwa MKEK IDI:
1. Dokter harus sepenuhnya menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan dan harus menaati peraturan perundangan yang berlaku.
2. Dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, keseja- watan, kesantunan, dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
3. Penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif & preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penggunaan media sosial untuk memberantas hoax/informasi keliru terkait kesehatan/kedokteran merupakan tindakan mulia selama sesuai kebenaran ilmiah, etika umum, etika profesi, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam upaya tersebut, dokter harus menyadari potensi berdebat dengan masyarakat. Dalam berdebat di media sosial, dokter perlu mengendalikan diri, tidak membalas dengan keburukan, serta menjaga marwah luhur profesi kedokteran. Apabila terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan, maupun profesi/ organisasi profesi dokter/kesehatan, dokter harus melaporkan hal tersebut ke otoritas media sosial melalui fitur yang disediakan dan langkah lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
5. Pada penggunaan media sosial, dokter harus menjaga diri dari promosi diri berlebihan dan prakteknya serta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai dengan SK MKEK Pusat IDI No. 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan MKEK Pusat IDI tanggal 28 Juli 2020.
6. Pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran dengan dokter lainnya, dokter harus menggunakan jenis dan fitur media sosial khusus yang terenkripsi end-to-end dan tingkat keamanan baik, dan memakai jalur pribadi kepada dokter yang dikonsul-tasikan tersebut atau pada grup khusus yang hanya berisikan dokter.
7. Pada penggunaan media sosial termasuk dalam hal memuat gambar, dokter wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dan etika profesi. Gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran, privasi pasien/keluarganya, privasi sesama dokter dan tenaga kesehatan, dan peraturan internal RS/klinik. Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan. Hal ini dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran sebagaimana yang diatur pada poin 6.