JAKARTA - Asosiasi Medis Sedunia (World Medical Association/WMA) mengakui Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi tunggal profesi medis yang mewakili Indonesia sebab memiliki sejarah panjang bidang kedokteran di Tanah Air.
"IDI merupakan salah satu anggota yang penting bagi kami. Saat ini, kami di WMA hanya mengakui IDI sebagai organisasi profesi medis sebagai perwakilan dari Indonesia," kata Sekjen WMA Otman Kloiber yang dilansir dari siaran pers IDI dikutip Antara, Rabu, 6 Juli.
Otman mengatakan organisasi profesi dalam suatu negara harus bersifat tunggal karena menyangkut standarisasi etik kedokteran demi keselamatan pasien dan masyarakat, serta dokter.
IDI merupakan anggota WMA yang memiliki memiliki hubungan baik selama 70 tahun, kata Otman dalam penyelenggaraan International Code of Medical Ethics (ICoME) yang membahas mengenai standarisasi etik kedokteran dan profesionalisme.
Pengurus Besar IDI ditunjuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan konferensi yang dihadiri oleh perwakilan lebih dari 100 negara anggota WMA sejak awal pekan ini. Konferensi yang diselenggarakan secara hibrid membahas masalah etik kedokteran dalam dunia masa kini.
Dalam konferensi tersebut hadir sejumlah tokoh kedokteran yang berperan penting dalam penyusunan kode etik kedokteran internasional, diantaranya Sekjen WMA Dr Otmar Kloiber, Bendahara WMA Prof Ravindra yang memberi pemaparan seputar etika kedokteran telemedis.
Juga hadir dr Ramin Parsa-Parsi yang merupakan inisiator dari revisi deklarasi Geneva dan International Code of Medical Ethics. Hadir pula Prof Urban Wiesing yang merupakan bagian dari inisiator Deklarasi Helsinki sebagai rujukan seluruh komite etik penelitian seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono berharap kegiatan itu bisa mengeksplorasi secara menyeluruh pedoman etika kedokteran.
"Tidak hanya melindungi kita sebagai dokter, tetapi yang paling penting untuk memastikan layanan kesehatan terbaik yang dapat diberikan kepada pasien," katanya.
Dante percaya pertemuan kali ini akan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk mewujudkan peningkatan etika, pedoman, serta kepastian hukum, adil, dan efisien di sektor kesehatan.
Sebagai salah satu anggota WMA, IDI juga dilibatkan dalam penyusunan revisi kode etik kedokteran internasional. Delegasi dari IDI adalah dr Pukovisa Prawiroharjo, Dr dr Eka Ginanjar, dan Prof Dr dr Sukman Tulus Putra.
Delegasi IDI membagikan pengalaman di Indonesia, termasuk dengan adanya Fatwa Etik Kedokteran Indonesia dan regulasi terkait.
BACA JUGA:
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan penyelenggaraan acara kolaborasi dengan WMA merupakan salah satu bukti penguatan sinergi IDI di kalangan kedokteran medis internasional.
"IDI juga terus berusaha memperbaiki diri seraya menjadi mitra sinergis bagi pemerintah dan berbagai pihak untuk mewujudkan transformasi sistem Kesehatan nasional," katanya.
Adib mengatakan IDI mendukung perubahan arah layanan kesehatan yang lebih baik, tidak hanya secara nasional tetapi juga di daerah.
"Koordinasi antara IDI wilayah dan IDI cabang dengan pemerintahan setempat dan dinas kesehatan juga terus ditingkatkan agar pelayanan kesehatan masyarakat bisa terus berkembang lebih baik, bukan hanya untuk kepentingan dokter anggota IDI saja tetapi juga untuk masyarakat, bangsa, dan negara," katanya.