JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) mengesahkan rancangan undang-undang (RUU), yang akan membatasi kemampuan setiap Presiden AS untuk memberlakukan larangan perjalanan berbasis agama.
RUU yang akan dibawa ke Senat AS untuk mendapatkan pengesahan menjadi undang-undang ini, disetujui lewat pemungutan suara 218-208 di DPR AS pada Rabu 21 April waktu setempat.
Secara informal dikenal denga nama 'No Ban Act', RUU ini muncul sebagai tangagrapan atas larangan perjalanan ke AS dari sejumlah negara mayoritas Muslim yang dikeluarkan Donald Trump saat menjabat sebagai presiden.
"Larangan Muslim mencabik-cabik keluarga, menahan nyawa selama bertahun-tahun dan mencap Muslim, Afrika dan orang-orang yang menjadi sasaran mengancam orang luar," kata Madihha Ahussain, penasihat Muslim Advocates, sebuah kelompok hak-hak sipil AS seperti melansir Al Jazeera, Kamis 22 April.
"Kami harus memastikan bahwa tidak ada presiden yang dapat memberlakukan larangan diskriminatif seperti ini lagi. Dengan disahkannya UU No Ban di DPR, kami mengambil langkah besar untuk memastikan bahwa mereka tidak akan melakukannya," lanjutnya.
Dikritik sebagai diskriminatif dan menghukum, hal itu memiliki konsekuensi langsung dan luas bagi Muslim Amerika Serikat dan keluarga mereka, pengungsi dan lainnya yang terdampar di negara ketiga.
Ini memecah keluarga, menolak akses orang ke perawatan kesehatan, dan mencegah teman dan kerabat menghadiri pernikahan, pemakaman, dan wisuda.
"Larangan Muslim dan Afrika menyalahgunakan kekuasaan eksekutif untuk mendiskriminasi dan merugikan banyak orang, hanya berdasarkan asal kebangsaan atau agama mereka," kata Marielena Hincapié, direktur eksekutif Pusat Hukum Imigrasi Nasional, dalam sebuah pernyataan pada Hari Rabu.
"UU No Ban akan memastikan bahwa tidak ada presiden yang dapat menggunakan lagi kekuatan yang sangat besar dan berbahaya ini," sambung Hincapié.
UU No Ban akan merevisi undang-undang imigrasi AS untuk melarang diskriminasi atas dasar agama dan akan membatasi kemampuan presiden untuk mengeluarkan perintah eksekutif yang memberlakukan pembatasan perjalanan di masa mendatang.
Kendati sudah ada perintah eksekutif pembatalan larangan perjalanan, legislator AS menilai penting untuk mengambil langkah legislatif terkait hal ini, untuk mencegahnya terulang di masa depan.
"Larangan Muslim Donald Trump adalah noda gelap dalam sejarah negara kita, dan itu tidak boleh terjadi lagi," kata Perwakilan Demokrat Don Beyer.
Untuk diketahui, larangan perjalanan dari sejumlah negara mayoritas Muslim, dikeluarkan Donald Trump beberapa saat setelah menjabat di tahun 2017. Sempat dua kali 'tersandung' di pengadilan, larangan tersebut disusun kembali sebagai tindakan keamanan nasional, sehingga ditetapkan oleh Mahkamah Agung AS pada tahun 2018.
Presiden Joe Biden membatalkan larangan perjalanan Trump ini, dengan menandatangani perintah eksekutif pada 20 Januari, hari pertamanya menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat.
BACA JUGA:
Larangan ini awalnya diterapkan pada kebanyakan orang yang mencoba melakukan perjalanan ke AS dari Suriah, Iran, Yaman, Somalia, dan Libya, serta dari Korea Utara dan Venezuela. Pada tahun 2020, Trump memperluasnya hingga mencakup Myanmar, Eritrea, Kyrgyzstan, Nigeria, Sudan dan Tanzania.