JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk menindak tegas ASN yang terbukti berafiliasi dengan jaringan terorisme.
Menyusul pernyataan MenPAN-RB Tjahjo Kumolo yang menyatakan, setiap bulan pihaknya memecat dan menonjobkan PNS yang terpapar paham radikalisme sebanyak 30-40 ASN. Selain itu, ada juga yang diturunkan pangkat dan dijatuhkan sanksi lainnya.
DPR mendorong KemenPAN-RB dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk bersinergi dalam melakukan pemetaan atas keterpaparan ASN terhadap paham radikalisme.
Azis juga meminta Pemerintah segera melakukan koordinasi lintas Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk melakukan langkah antisipasi, pengawasan serta memastikan ASN maupun pegawai di lingkungan K/L terhindar dari paparan paham radikalisme.
"Lakukan kembali koordinasi dengan BNPT bersama Densus 88 untuk melakukan evaluasi terhadap strategi penanganan teroris dan ekstremis mengingat paham radikalisme terus meluas dan menebar serta tidak pandang bulu," ujar Azis, Selasa, 20 April.
BACA JUGA:
Kemudian, lanjutnya, Kementerian PAN-RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) juga perlu untuk melakukan sosialisasi secara masif akan bahaya paham radikalisme kepada ASN.
Politikus Partai Golkar itu pun mendorong pejabat pembinaan Kepegawaian seluruh K/L untuk melakukan pembinaan terkait nasionalisme mengenai kecintaan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemahaman anti radikal serta meningkatkan kedisiplinan kepada para pegawainya.
"Langkah ini harus intens dilakukan sehingga dengan dasar yang kuat diharapkan ASN dan pegawai di lingkungan K/L tidak akan mudah tergoda ajakan bergabung dengan kelompok teroris," kata Azis Syamsuddin.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengakui, setiap bulan harus menonaktifkan aparatur sipil negara (ASN) yang terpapar ideologi radikalisme maupun yang tersangkut kasus korupsi. Dia menginginkan permasalahan itu tidak lagi menerpa para pegawai negeri sipil.
“Hampir tiap bulan saya memutuskan dalam sidang Badan Kepegawaian masih ada saja, PNS yang saya nonjobkan atau harus saya berhentikan. Karena dia punya paham radikalisme dan terorisme, serta tidak memahami area rawan korupsi,” kata Tjahjo dalam diskusi daring, Minggu, 18 April.