Sanggahan KPK ketika Kinerja Dinilai Merosot
Logo KPK (Foto: Twitter @KPK_RI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah kinerjanya merosot seperti yang disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Tak hanya itu, lembaga ini juga menyayangkan data yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap mereka adalah data lama.

Melalui konferensi pers pada Minggu, 18 April, peneliti ICW Wana Alamsyah memaparkan penilaian terhadap para penegak hukum dalam menanganani kasus korupsi dan salah satunya adalah KPK. Penilaian ini didasari data yang didapat dengan merangkum informasi resmi di situs milik penegak hukum, serta pemberitaan yang kemudian dilakukan analisis secara deskriptif.

Hasilnya, ICW kemudian memberikan ponten merah terhadap kinerja KPK pada 2020 lalu. Bahkan, kinerja komisi antirasuah di tahun ini dianggap yang terburuk sejak 2015 lalu.

"Kinerja KPK mengalami kemerosotan sangat signifikan di tahun 2020. Ini merupakan titik terendah ketika KPK menyidik kasus korupsi," kata Wana.

Kemerosotan ini terjadi karena pada 2020 ini, hanya ada 15 kasus yang masuk ke tahapan penyidikan dan penetapan tersangka dari 120 kasus yang ada. Padahal di tahun sebelumnya, yaitu 2019, KPK menangani 62 kasus korupsi.

Selain itu, komisi antirasuah pada 2020 lalu juga dianggap lebih banyak menangani kasus warisan dari periode kepemimpinan sebelumnya. "Sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan KPK merupakan hasil OTT yaitu tujuh kasus dan pengembangankasus sebanyak tujuh kasus," ungkapnya.

"Sedangkan kasus yang baru disidik pada tahun 2020 hanya satu kasus," imbuh Wana.

Tak sampai di situ, ICW juga menilai KPK lamban dalam mengembangkan perkara dan membongkar aktor yang ikut di belakang satu kasus korupsi. Tak hanya itu, profesionalitas KPK juga dianggap kurang baik.

Sebab, surat tugas penyidik untuk mengusut sebuah perkara korupsi kerap bocor ke pihak eksternal. Padahal hal ini dianggap berbahaya untuk pengusutan kasus korupsi.

"Kebocoran surat perintah dalam beberapa kasus yang ditangani oleh KPK membuka ruang bagi pelaku untuk melarikan diri, menyembunyikan bukti, atau potensi intimidasi dan teror," ujar Wana.

"Kebocoran berpotensi terjadi pada tingkat KPK ataupun dewan pengawas," imbuhnya.

KPK bela diri

Berbagai penilaian dan data yang dipaparkan Wana, kemudian disayangkan oleh KPK. Melalui Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri, komisi antirasuah ini bahkan menyebut data yang digunakan oleh kelompok pegiat antikorupsi tersebut tidak tepat.

"Kami menyayangkan data yang dipakai ICW untuk menarik kesimpulan dan telah dipublikasikan tersebut. Data tersebut ternyata hanya dari data publikasi KPK bidang penindakan pada semester 1 yaitu Juni 2020," kata Ali menjawab pernyataan ICW, Senin, 19 April.

Dirinya lantas menjelaskan, sepanjang 2020 lalu, KPK punya target menangani 120 perkara korupsi. "Dari jumlah tersebut, telah terealisasi ditahun 2020 sebanyak 111 penyelidikan, 91 penyidikan dengan jumlah tersangka 109 orang, 75 penuntutan, 92 perkara yang berkekuatan hukum tetap dan 108 perkara telah dilakukan eksekusi," ungkap Ali dalam keterangan tertulisnya, Senin, 19 April.

Jumlah ini, kata dia, belum termasuk sisa perkara yang dimulai sebelum 2020 sebanyak 117 kasus. "Dengan demikian di tahun 2020 jumlah total perkara yang ditangani KPK sebanyak 208 perkara," tegasnya.

Meski begitu, Ali tak menampik jika pandemi COVID-19 juga membuat KPK kerepotan. Sebab, komisi antirasuah harus mengikuti kebijakan pembatasan sosial yang telah ditetapkan pemerintah.

"Kebijakan adanya pembatasan sosial berskala besar mengharuskan KPK untuk membatasi para pegawai dalam melaksanakan tugas," ujarnya.

"Tapi, kebijakan ini sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap insan KPK dari penyebaran wabah COVID-19," pungkasnya.