JAKARTA - Sejumlah anggota komunitas sepeda, pegawai Dinas Perhubungan DKI, serta beberapa masyarakat berkumpul di Ruang Pola, Gedung Balai Kota DKI, Jakarta Pusat. Kehadiran mereka semua dalam rangka nonton bersama (nobar) film dokumenter berjudul 'Bike VS Cars'.
Lampu ruangan dimatikan, tayangan film diputar selama satu setengah jam pada layar besar di dalam ruangan. Film ini mengisahkan tentang tantangan para pengguna sepeda menghadapi kondisi jalanan di negaranya masing-masing.
Para penonton menyaksikan, cerita seorang pengguna sepeda yang tinggal di Los Angeles, California. Film ini mengajak penonton untuk menelusuri lahan bekas jalur sepeda yang dibuat puluhan tahun lalu dan kini, lahan tersebut berubah menjadi jalan tol dan pemukiman penduduk.
Lokasi berpindah ke Sao Paulo, Brazil. Mengisahkan seorang mahasiswa rantauan yang setiap hari menggunakan sepeda karena mahalnya biaya transportasi umum.
Sayangnya, jalur sepeda di sana tak mendukung pengguna sepeda. Sistem pengawasan yang tak bekerja dengan baik mengakibatkan pengendara mobil masih sesukanya melintasi jalur sepeda.
Film ini menyadari bahwa masalah terpinggirkannya pengguna sepeda tak hanya dialami oleh Jakarta. Semua punya masalah yang sama, yakni kepentingan pemerintah dalam membuat kebijakan dan pesatnya perkembangan pengguna kendaraan pribadi.
Saat ini, Pemprov DKI sudah memfasilitasi jalur khusus sepeda di beberapa ruas jalan Jakarta. Penegakkan hukum kepada pengguna kendaraan pribadi yang melintas di jalur sepeda juga sudah diberlakukan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bilang, yang perlu dilakukan saat ini adalah membangun kebiasaan untuk berbagi ruang di jalan raya.
"Kalau itu sudah menjadi kebiasaan, maka kita akan merasakan budaya berlalu llintas yang lebih baik dan sepeda. Karena itu, kita berkomitmen untuk membangun jalur ini seluas mungkin," ucap Anies di lokasi, Rabu, 27 November.
Sementara, pengamat tata kota, Nirwono Joga, memandang tanpa konsistensi penegakkan hukum dari pemerintah dan aparat kepolisian, dapat dipastikan penggunaan jalur sepeda tak akan berkelanjutan.
Sejatinya, pembuatan jalur sepeda sudah dimulai sejak masa kepemimpinan mantan Gubernur DKI Fauzi Bowo tahun 2009. Jalur sepeda dibuat dari Taman Ayudia ke Balai Kota DKI. Namun, jalur tersebut tak berlangsung lama.
Kemudian, saat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjabat, jalur sepeda di sepanjang Kanal Banjir Timur dibuat. Sayangnya, jalur itu tak diperpanjang ke jalan lain.
"Tanpa ada lembaga khusus yg menangani bidang non motorest transportasion, program itu tidak berjalan. Kemudian, tanpa ada integrasi dengan angkutan umum, bisa bipastikan orang tidak akan berpindah dari kendaraan pribadi," jelas Nirwono.
Karenanya, Nirwono berharap Pemprov DKI komitmen terhadap amanat Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI yang menargetkan pembangunan jalur sepeda sepanjang 500 kilometer.
Setidaknya, Pemprov DKI Jakarta telah meresmikan 63 kilometer jalur sepeda yang terbagi menjadi 3 fase. Fase pertama sepanjang 25 kilometer dengan rute Jalan Medan Merdeka Selatan, Jalan MH Thamrin, Jalan Imam Bonjol, Jalan Pangeran Diponegoro, Jalan Proklamasi, Jalan Pramuka dan Jalan Pemuda.
Kemudian, fase kedua sepanjang 23 kilometer dengan rute Jalan Sudirman, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Panglima Polim, dan Jalan RS Fatmawati Raya. Berikutnya fase ketiga sepanjang 15 kilometer dengan rute Jalan Tomang Raya, Jalan Cideng Timur, Jalan Kebon Sirih, Jalan Matraman Raya, Jalan Jatinegara Barat dan Jalan Jatinegara Timur.
Tak hanya itu, Pemperov juga sudah mulai memberlakukan sanksi tilang bagi pengendara motor yang berani melintasi jalur khusus sepeda itu. Sanksi ini diberlakukan tidak lama setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menandatangani Peraturan Gubernur Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda. Di mana Anies ingin semakin banyak jalur khusus sepeda di ibu kota.