Bagikan:

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pada Hari Rabu, Ia akan memerintahkan Pentagon (Departemen Pertahanan) dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) untuk menyiapkan fasilitas penahanan migran di Teluk Guantanamo untuk menampung sebanyak 30.000 migran.

Pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo, Kuba, menampung fasilitas migran yang telah digunakan beberapa kali selama beberapa dekade, termasuk untuk menahan warga Haiti dan Kuba yang ditangkap di laut.

Ini terpisah dari penjara AS dengan keamanan tinggi untuk tersangka terorisme asing.

"Hari ini saya juga menandatangani perintah eksekutif untuk menginstruksikan Departemen Pertahanan dan Keamanan Dalam Negeri untuk mulai mempersiapkan fasilitas migran untuk 30.000 orang di Teluk Guantanamo," kata Presiden Trump di Gedung Putih, melansir Reuters 30 Januari.

Presiden Trump mengatakan fasilitas itu akan digunakan untuk "menahan para imigran gelap kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika. Beberapa dari mereka sangat jahat sehingga kita tidak percaya negara-negara akan menahan mereka karena kita tidak ingin mereka kembali, jadi kita akan mengirim mereka ke Guantanamo. Ini akan segera menggandakan kapasitas kita, bukan? Dan, sulit"

Segera setelah itu, Trump menandatangani sebuah memorandum, yang tidak memuat sejumlah migran di dalamnya tetapi menyerukan "ruang penahanan tambahan" di fasilitas yang diperluas itu.

Sementara itu, kepala pengawas perbatasan yang dipilih Trump, Tom Homan mengatakan pemerintah akan memperluas fasilitas yang sudah ada, dengan Badan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai akan mengerjakannya.

Berbicara dengan wartawan pada Hari Rabu, Homan mengatakan pusat itu akan digunakan untuk "yang terburuk dari yang terburuk."

Sedangkan Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, ketika ditanya berapa banyak uang yang akan dibutuhkan untuk fasilitas itu mengatakan, pemerintah sedang mengerjakannya dengan rekonsiliasi dan penganggaran di Kongres.

Diketahui, fasilitas penahanan di Teluk Guantanamo didirikan pada tahun 2002 oleh Presiden AS saat itu George W. Bush untuk menahan tersangka militan asing setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat. Ada 15 tahanan yang tersisa di penjara tersebut.

Dua pendahulu Trump dari Partai Demokrat, Barack Obama dan Joe Biden, berusaha menutup penjara Guantanamo, namun hanya mampu mengurangi jumlah penghuninya. Presiden Trump telah berjanji untuk tetap membukanya.

Penjara itu dikecam oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia karena penahanan tanpa batas waktu dan menjadi simbol dari tindakan berlebihan awal "perang melawan teror" AS, karena metode interogasi yang keras yang menurut para kritikus sama dengan penyiksaan.

Fasilitas untuk migran terpisah dari pusat penahanan di pangkalan tersebut.

Terpisah, kelompok pro-pengungsi telah menyerukan agar fasilitas migran Guantanamo ditutup dan agar Kongres menyelidiki dugaan pelanggaran di sana.

Proyek Bantuan Pengungsi Internasional mengatakan dalam sebuah laporan tahun 2024, para tahanan menggambarkan kondisi yang tidak bersih, keluarga dengan anak-anak kecil ditempatkan bersama dengan orang dewasa lajang, kurangnya akses ke panggilan telepon rahasia, dan tidak adanya layanan pendidikan untuk anak-anak.