Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang petinggi PT Borneo Lumbung Energi dan Metal. Mereka bakal dipanggil sebagai saksi terkait kasus suap yang menjerat bos PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.

Dua petinggi PT Borneo Lumbung Energi dan Metal yang dipanggil KPK adalah Nenie Afwani selaku direktur dan Vera Linkin selaku Commercial Director di perusahaan ini. 

"Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SMT (Samin Tan)," kata Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri, Senin, 19 April.

Selain dua orang tersebut, KPK juga memeriksa seorang karyawan swasta yaitu Andreay Hasudungan Aritonang. Dia juga akan diperiksa sebagai saksi untuk pengusaha yang sempat masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) KPK.

Belum diketahui materi pemeriksaan terhadap ketiganya. Namun, para saksi ini diduga mengetahui perihal pengurusan terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Asmin Koalindo Tuhup di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Diberitakan sebelumnya,  Samin Tan telah berhasil ditangkap KPK sejak buron pada 2020 lalu. Dalam kasus ini, pengusaha tersebut diduga memberikan suap kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih sebesar Rp5 miliar untuk mengurusi terminasi PKP2B PT AKT yang diakuisisi PT BORN di Kementerian ESDM.

Kala itu, Eni menyanggupi permintaan Samin Tan. Selanjutnya, selaku anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR RI, politikus Partai Golkar ini menggunakan forum rapat dengar pendapat untuk memengaruhi pihak Kementerian ESDM.

Tak hanya itu, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada Samin Tan untuk keperluan Pilkada suaminya, Muhammad Al Khadziq di Kabupaten Temanggung. Pemberian itu terjadi dalam dua tahap melalui staf Samin Tan dan tenaga ahli Eni.

Pemberian tahap pertama dilakukan pada 1 Juni 2018, sebanyak Rp4 miliar dan pemberian kedua terjadi pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar. 

Atas perbuatannya, Samin Tan disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.