Bagikan:

JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih meyakini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) profesional. Dia bilang, jika badan ini tak profesional maka obat dan vaksin yang saat ini tersebar di Tanah Air bakal tak karuan.

"Kalau kita bilang BPOM enggak profesional, sudah buyar semua itu obat-obatan, vaksin yang jumlahnya ribuan, jutaan," kata Daeng dalam diskusi secara daring yang ditayangkan di YouTube, Sabtu, 17 April.

Dia juga angkat bicara soal polemik hubungan Komisi IX DPR RI dengan BPOM yang terkesan tak akur karena vaksin COVID-19 pengembangan eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Kata dia, DPR RI khususnya Komisi IX yang merupakan mitra BPOM boleh melakukan pengawasan.

"Tapi, menurut saya apa yang dilakukan DPR itu (cukup, red) mengawasi kinerja bukan mengambil alih kinerja," tegasnya.

"Kalau sampai mengambil alih kinerja, saya khawatir kegiatan lembaga, badan kalau disitu tidak bisa kemudian menggunakan pendekatan lain, misalnya ke DPR untuk diselesaikan. Kalau kayak gini berat," imbuh Daeng.

Dirinya juga khawatir BPOM rentan dimasuki kepentingan politis jika hal semacam ini terus dibiarkan. Sehingga, seluruh pekerjaan badan tersebut harusnya dijaga sesuai dengan prosedur keilmuan.

"Jangan sampai prosedur ini ada intervensi. Termasuk ada dukung-dukungan tokoh. Ini kalau di dunia keilmuan enggak ada dasar ilmunya," jelas Daeng.

Apalagi, dia menganggap, keputusan apapun yang diambil oleh para anggota parlemen itu adalah keputusan politis. "Meski ada pakarnya, tapi keputusan terakhir tetap nilainya keputusan politik," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Vaksin Nusantara semakin menuai polemik pasca sejumlah tokoh politik dan pejabat dari DPR RI beramai-ramai menjadi relawan uji klinis tahap II di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu, 15 April. 

Dalam tahap ini, relawan vaksin akan diambil sampel darahnya dan diolah selama 7 hari untuk kemudian disuntikkan kembali ke dalam tubuh. Padahal vaksin ini belum mendapat restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilanjutkan. 

Penyebabnya, ada beberapa syarat yang belum terpenuhi dalam pengembangan vaksin yaitu Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, praktik laboratorium (Good Laboratory Practice) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Tak hanya itu, Permasalahan berikutnya adalah antigen Vaksin Nusantara bukan berasal dari virus Indonesia melainkan Amerika yang tak diketahui bagaiman sequence genoric dan strain virusnya.