Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku, Vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto belum bisa lanjut ke tahap uji klinis lanjutan.

Ada beberapa syarat yang belum terpenihi dalam pengembangan vaksin yaitu Cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, praktik laboratorium (Good Laboratory Practice) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Anggota IDI sekaligus Komnas Penilai Khusus Vaksin COVID-19 Dr.dr.Anwar Santoso, SpJP(K) mengatakan, selain terhalang di syarat ada beberapa kendala teknis yang belum dipenuhi peneliti Vaksin Nusantara. 

“Ada beberapa hal teknis yang belum dipenuhi oleh para peniliti Vaksin Nusantara yang mana berhubungan dengan good clinical practice dan good manufacturing practice serta ada beberapa persoalan di good medical practise," kata Anwar dalam pesan elektronik yang diterima wartawan, Rabu, 14 April.

Permasalahan berikutnya adalah antigen Vaksin Nusantara bukan berasal dari virus Indonesia melainkan Amerika.

“Antigennya tidak berasal dari virus Indonesia tapi didapatkan dari Amerika yang kita tidak tahu persis bagaimana sequence genoric-nya, straight apa virus selanjutnya yang didapatkan dari Amerika," beber Anwar.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito membeberkan alasan pihaknya tidak memberi izin vaksin COVID-19 Nusantara untuk melakukan uji klinis fase II.

Penny bilang, tim peneliti vaksin besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini berulang kali mengabaikan hasil permintaan dan evaluasi BPOM.

Padahal, berdasarkan hasil uji klinis fase I oleh BPOM, vaksin Nusantara dinilai belum memenuhi banyak kaidah tahapan uji klinik, di antaranya good manufacturing practice dan good clinical practice.

“Komitmen correction action atau prevention action sudah diminta dari awal, tapi diabaikan, diabaikan, diabaikan. Tetap tidak bisa, nanti kembali lagi ke belakang. Jadi berbagai aspek, good clinical practice dan good manufacturing practice untuk produksi vaksin belum terpenuhi,” kata Penny dalam keterangan yang dikutip pada Rabu, 14 April.

Penny mengaku pihaknya belum meluluskan uji klinis fase I vaksin Nusantara, sehingga belum bisa mendapatkan persetujuan untuk fase II. Secara konsep, vaksin Nusantara juga belum valid dan data-data masih belum lengkap.

Apalagi, sejauh ini belum ada laporan perbaikan dari tim peneliti vaksin Nusantara kepada BPOM. “Kami sudah berikan temuan tersebut, kapan mereka bisa berikan sampai saat ini kami belum menerima,” ungkap dia.

Penny kemudian mempersilakan tim peneliti vaksin Nusantara untuk melakukan perbaikan terkait prosedur dan kaidah agar bisa memenuhi persetujuan uji klinis fase I.

“Kami tidak bisa menghentikan, silakan diperbaiki proof of concept, data-data yang dibutuhkan untuk pembuktian kesahihan, validitas tahap 1 uji klinis. Barulah kalau sudah kita putuskan apakah bisa melangkah,” jelasnya.