Bagikan:

BANDA ACEH - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh memvonis mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh Rachmat Fitri dalam perkara korupsi pengadaan wastafel dengan hukuman satu tahun penjara.

Putusan tersebut dibacakan majelis hakim diketuai M Jamil serta didampingi R Deddy dan Anda Ariansyah masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Senin, 6 Januari.

Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa Rachmat Fitri membayar denda Rp50 juta dengan subsider atau hukuman pengganti jika tidak membayar selama dua bulan kurungan.

Selain Rachmat Fitri, majelis hakim juga memvonis dua terdakwa lainnya yakni Muchlis selaku Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) pada Dinas Pendidikan Aceh dengan hukuman satu tahun penjara subsider dua bulan kurungan.

Serta menghukum terdakwa Zulfahmi selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Wastafel pada Dinas Pendidikan Aceh dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Sutrisna dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh. Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Rachmat Fitri dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara.

Serta menuntut terdakwa Muchlis dan terdakwa Zulfahmi masing-masing enam tahun enam bulan penjara dan membayar denda Rp500 juta dengan subsider enam bulan penjara.

Sebelumnya, JPU mendakwa para terdakwa secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan dengan anggaran mencapai Rp43,59 miliar dari dana refocussing COVID-19 Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020

Wastafel tersebut dibuat di semua sekolah menengah atas dan kejuruan serta sekolah luar biasa di Aceh. Pengadaan wastafel tersebut dilakukan pada saat pandemi COVID-19. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut terdakwa melibatkan 219 perusahaan.

Para terdakwa memecah pekerjaan pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan tersebut menjadi 390 paket pekerjaan. Pemecahan pekerjaan guna menghindari tender atau pelelangan.

Selain itu, para terdakwa tidak meninjau ulang spesifikasi teknis dan rancangan anggaran biaya, sehingga terjadi kemahalan harga dalam pengadaan tempat cuci tangan tersebut.

Dari hasil pemeriksaan hasil pekerjaan, ditemukan ada item pekerjaan tidak dikerjakan. Selain itu juga ditemukan ketidaksesuaian antara volume terpasang dengan volume yang dipersyaratkan dalam kontrak kerja. Sementara, pencairan pekerjaan dilakukan 100 persen.

Dalam pembangunan tempat cuci tangan tersebut ditemukan ketidaksesuaian antara volume yang dipasang dengan volume yang disyaratkan, sehingga merugikan keuangan negara.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh kerugian negara yang ditimbulkan dari pengadaan wastafel tersebut mencapai Rp7,2 miliar.