BANDA ACEH - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh menuntut mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh Rachmat Fitri dengan hukuman tujuh tahun penjara terkait tindak pidana korupsi pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan di sekolah pada masa pandemi COVID-19.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Sutrisna dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Rabu, 13 November.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Zulfikar serta didampingi R Deddy Harryanto dan M Jamil, masing-masing sebagai hakim anggota.
Terdakwa Rachmat Fitri menjabat Kepala Dinas Pendidikan Aceh pada 2019-2020. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi tim penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Rachmat Fitri membayar denda Rp500 juta. Apabila terdakwa tidak membayar denda maka dihukum enam bulan kurungan.
JPU menyatakan terdakwa Rachmat Fitri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata JPU, terdakwa bersama dengan beberapa pihaknya lainnya yang didakwa terpisah dalam perkara yang sama, bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pengadaan wastafel dengan anggaran mencapai Rp43,59 miliar.
Wastafel tersebut dibuat di semua sekolah menengah atas dan kejuruan serta sekolah luar biasa di Aceh. Pengadaan wastafel tersebut dilakukan pada saat pandemi COVID-19. Untuk melaksanakan pekerjaan tersebut terdakwa melibatkan 219 perusahaan, kata JPU.
Selaku pengguna anggaran, terdakwa memecah pekerjaan pengadaan wastafel tersebut menjadi 390 paket pekerjaan. Pemecahan pekerjaan guna menghindari tender atau pelelangan.
Selain itu, terdakwa tidak meninjau ulang spesifikasi teknis dan rancangan anggaran biaya, sehingga terjadi kemahalan harga dalam pengadaan tempat cuci tangan tersebut
"Dalam pembangunan tempat cuci tangan tersebut ditemukan ketidaksesuaian antara volume yang dipasang dengan volume yang disyaratkan, sehingga merugikan keuangan negara," kata JPU.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 20 November 2024 dengan agenda mendengarkan pledoi atau nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya.