Bagikan:

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memaparkan sejumlah putusan yang menjadi perhatian publik sepanjang 2024, termasuk uji materi terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan sejumlah undang-undang lainnya.

Hal ini disampaikan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pleno khusus yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2025.  

“Dalam mengadili perkara pengujian UU, terdapat beberapa putusan yang menyita perhatian publik serta mempengaruhi sistem ketatanegaraan, sistem pemilu, prinsip demokrasi, dan hak konstitusional warga negara,” ungkap Suhartoyo.  

Salah satu putusan penting yang disorot adalah pengujian UU Pilkada yang menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 6,5% hingga 10%. Putusan tersebut tercantum dalam Perkara Nomor 60/PUU-XXI/2024.  

Selain itu, Suhartoyo memaparkan putusan terkait ambang batas parlemen dalam uji materi UU Pemilu (Perkara Nomor 116/PUU-XXI/2023). Dalam putusan ini, MK menyatakan ambang batas parlemen konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada 2029 dan pemilu berikutnya, dengan ketentuan norma serta persentasenya harus disesuaikan.  

Dalam pengujian KUHP, MK juga membuat gebrakan dengan menyatakan pasal terkait penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran sebagai inkonstitusional (Perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023). Sementara itu, dalam pengujian UU Terorisme, MK memutuskan bahwa kompensasi bagi korban terorisme harus dipenuhi paling lambat dalam waktu 10 tahun (Perkara Nomor 103/PUU-XXI/2023).  

Putusan terkait UU Cipta Kerja (Ciptaker) turut menjadi sorotan publik. MK memutuskan bahwa klaster ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja (Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023). Selain itu, sistem unbundling dalam usaha penyediaan listrik dinyatakan tetap inkonstitusional (Perkara Nomor 39/PUU-XXI/2023).  

Suhartoyo juga menyoroti putusan terkait UU Hak Cipta (Perkara Nomor 84/PUU-XXI/2023), di mana MK melarang platform digital membiarkan penjualan atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta.  

Putusan lain yang menjadi perhatian adalah uji materi UU KPK (Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023), di mana MK menegaskan bahwa KPK berwenang menangani perkara korupsi koneksitas sepanjang dimulai oleh KPK. Selain itu, dalam pengujian UU Pilkada (Perkara Nomor 126/PUU-XXI/2024), MK memutuskan desain surat suara untuk calon tunggal dalam pilkada harus mencantumkan opsi "setuju" dan "tidak setuju."  

Berbagai putusan tersebut mencerminkan peran MK dalam menjaga prinsip demokrasi, hak konstitusional, dan sistem hukum di Indonesia.