JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi langkah Komisi II DPR yang secara resmi menyetujui rancangan revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah Pilkada 2024 yang sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, menilai peraturan baru ini dapat membuat Pilkada 2024 berlangsung lebih demokratis dan transparan.
"Dengan PKPU Nomor 8 terbaru, threshold (ambang batas pencalonan) menjadi turun, ini akan membuat pelaksanaan Pilkada lebih demokratis. DPR telah membuktikan komitmennya untuk mendengar aspirasi masyarakat dan mengutamakan kepentingan rakyat," ujar anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera kepada wartawan, Senin, 26 Agustus.
Mardani menyatakan, aturan PKPU yang merujuk pada keputusan MK dapat memberikan kesempatan partai-partai politik mengajukan kadernya berkontestasi dalam Pilkada.
"Selain itu pemilih juga bisa cerdas karena memungkinkan bisa menjadi cross cutting voters atau pemilih gabungan dari pendukung calon," sambung Legislator Dapil DKI Jakarta I ini.
Mardani pun menyebut, PKPU Nomor 8 tahun 2024 yang telah disesuaikan dengan putusan MK juga dapat melemahkan praktik politik uang. Mengingat fenomena saat ini meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada.
"Kita harapkan praktik money politik dapat ditekan karena saat ini pemilih sudah lebih engage,” ungkap Mardani.
“Saatnya muncul merit system, kualitas di atas isi tas (money politic),” tambahnya.
Seperti diketahui, PKPU soal Pilkada direvisi sebagai tindak lanjut atas putusan MK yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
BACA JUGA:
Dalam putusannya, MK menyatakan ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur independen/nonpartai/perseorangan.
Selain itu, MK menegaskan syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU, bukan saat pelantikan seperti putusan Mahkamah Agung (MA).
Baleg DPR sempat akan merevisi UU Pilkada mengikuti MA yang bertentangan dengan putusan MK namun menimbulkan reaksi besar publik. Berbagai aksi demo digelar di Jakarta dan berbagai daerah, termasuk di depan Gedung DPR RI akhir pekan lalu.
Atas aspirasi masyarakat dan karena putusan Baleg dianggap bertentangan dengan konstitusi, DPR akhirnya memutuskan batal merevisi UU Pilkada dan tegas mengakomodir putusan MK yang sifatnya final dan mengikat.
Komisi II DPR juga segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama KPU dan menyetujui perubahan PKPU soal Pilkada untuk mengakomodasi putusan MK.