Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan akan mengusut dugaan adanya suap dan gratifikasi di balik vonis ringan Harvey Moeis. Asalkan ada laporan dan bukti permulaan yang cukup.

"Kecuali ada laporan atau pengaduan soal itu (dugaan suap dan gratifikasi)," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada VOI, Senin, 30 Desember.

Saat ini, penyidik belum melakukan penyidikan perihal dugaan penyimpangan dalam putusan Harvey Moeius. Kejagung masih fokus untuk menyiapkan berkas banding atas putusan peradilan tingkat pertama tersebut.

"Kita saat ini fokus dalam proses upaya hukum yg sdh ditempuh yaitu banding," kata Harli.

Soal vonis ringan Harvey Moeis, Komisi Yudisial (KY) juga bakal mendalami dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Langkah tersebut dilakukan sebagai respon dari masyarakat yang menilai vonis tersebut terlalu ringan untuk terdakwa yang telah menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun.

"KY juga akan melakukan pendalaman terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran (KEPPH) yang terjadi," ujar Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata.

Harvey Moeis dinyatakan bersalah pada kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah. Sehingga, majelis hakim memvonis atau menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," ujar hakim.

Vonis pidana ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Sebab, pada persidangan sebelumnya jaksa menuntut Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Meski demikian, hakim turut menjatuhkan pidana denda terhadap suami Sandra Dewi tersebut sebesar Rp1 miliar.

"Denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," kata hakim.