Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima duit suap hingga puluhan miliar rupiah untuk mempercepat pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster atau benur. Tapi Edhy Prabowo tetap mengaku tidak bersalah di dalam kasus ini.

"Saya dari awal ketika masuk sini saya tidak bersalah. Cuma, saya bertanggung jawab atas yang terjadi di kementerian saya," kata Edhy kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 15 April.

Edhy Prabowo menegaskan tidak akan lari dari tanggung jawabnya dan siap mengikuti proses hukum dalam kasus ini. Tak hanya itu, dia mengaku siap untuk membuktikan dirinya tak bersalah.

"Sudah dibacakan, sudah didakwaan, sudah saya dengar. Tinggal mohon doanya, saya tinggal menghadapinya di persidangan nanti," ungkapnya.

"Saya berharap dipembuktianlah semua akan diambil keputusan yang terbaik," imbuh mantan politikus Partai Gerindra ini.

Diberitakan sebelumnya, Edhy didakwa menerima suap mencapai Rp25,7 milar. Suap ini berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.

"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," kata jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 15 April.

Suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Dalam dakwan, Edhy menerima suap sebesar 77 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau jika dirupiahkan saat ini mencapai Rp1.126.921.950. Penerimaan suap itu melalui stafnya yakni Safri dan Amiril Mukminin dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.

Kemudian, Edhy juga menerima uang sebesar Rp24.625.587.250. Duit ini diberikan oleh Suharjito dan para eksportir lainnya melaui para stafnya.

"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa.

Pemberian suap ini pun setelah Edhy Prabowo mengeluarkan kebijakan untuk mencabut larangan penangkapan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia.

"Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia berkeinginan untuk memberikan izin pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor Benih Bening loster (BBL) dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia," kata jaksa.

Dengan penerimaan uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.