JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo melalui tim penasehat hukumnya memutuskan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Sehingga, persidangan ini bakal langsung masuk tahap pembuktian.
Keputusan ini diambil tim pengacara Edhy Prabowo usai majelis hakim mempertanyakan ada tidaknya tanggapan dari dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU).
"Setelah kami berdiskusi kepada terdakwa, kami berkesimpulan baik terdakwa maupun penasehat hukum tidak mengajukan keberatan," ucap pengacara Edhy Prabowo, Soesilo Aribowo dalam persidangan, Kamis, 15 April.
Menanggapi perihal tersebut, hakim ketua Albertus Usada mengatakan dengan tak ada pengajuan eksepsi ini, persidangan lanjutan diputuskan masuk dalam pemeriksaan saksi.
Sehingga, persidangan perkara dugaan suap izin ekspor benur akan dilanjutkan pada Rabu, 21 April.
"Terimakasih atas terdakwa yang tidak menyampaikan nota keberatan maka dilanjutkan dengan pemeriksaan pembuktian," kata dia
BACA JUGA:
Edhy Prabowo didakwa menerima suap mencapai Rp25,7 milar. Suap ini berkaitan dengan izin ekspor benih lobster atau benur.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," ucap jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 15 April.
Suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.
Melalui stafnya itu, Edhy menerima suap sebesar 77 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau jika dirupiahkan saat ini mencapai Rp1.126.921.950 dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.
Kemudian, Edhy juga menerima uang sebesar Rp24.625.587.250. Duit ini diberikan oleh Suharjito dan para eksportir lainnya.
Dengan penerimaan uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.