Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan alasan pemerintah baru membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI. Ada dua alasan yang dikemukannya dan salah satunya adalah karena pemerintah saat ini baru berjalan.

"Sekarang ada yang tanya, kenapa baru bertidak pemerintah? Jawabannya gampang, karena kami baru jadi pemerintah," kata Mahfud dalam konferensi pers usai rapat Satgas BLBI yang ditayangkan di akun YouTube Kemenkopolhukam RI, Kamis, 15 April.

Dia lantas memaparkan, kasus ini memang terjadi dan selalu mendapatkan penanganan dari pemerintahan sebelumnya dan bahkan, melibatkan tiga presiden terdahulu.  "Satu Pak Harto (Presiden ke-2 RI Soeharto) itu yang membuat dan membentuk BPPN," ungkapnya.

"Kemudian Pak Habibie (Presiden ke-3 RI BJ Habibie) yang menerapkan BLBI pada 1998, dan Mbak Mega (Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri) yang mengeluarkan SKL pada tahun 2004. Semuanya benar, enggak ada pidananya," imbuh eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Alasannya kedua, kata Mahfud, penagihan ini baru dilakukan karena sebelumnya masih ada kasus pidana yang berjalan. Adapun maksud kasus pidana itu adalah dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan akhirnya dihentikan dengan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Kalau (pemerintah, red) bertindak, kemudian ada pidananya kan salah. Nah, sekarang sudah enggak ada kasus pidana," ujar Mahfud.

"Jadi berdasarkan bulan April 2021 (diterbitkannya SP3 kasus BLBI, red) ya sudah, enggak ada lagi perkaranya. Nah, karena SP3 pemerintah lalu membentuk satgas tagih kalau begitu dan tagihannya besar," tambah dia.

Ada pun jumlah penagihan yang akan dilakukan satgas ini mencapai Rp110.454.809.645.467. Ini merupakan hitungan terakhir hasil dari rapat yang hari ini digelar di Kantor Kemenko Polhukam.

"Tadi Menteri Keuangan sudah menayangkan, nih, uang yang akan ditagih untuk aset kredit sekian, berbentuk saham sekian, berbentuk properti sekian, berbentuk rupiah dan bentuk tabungan sekian, dalam bentuk tabungan uang asing sekian dan sebagainya," pungkasnya.