Rocky Gerung: Tokoh Politik Jadi Relawan Vaksin Nusantara Adalah Sinyal Pemberontakan
Rocky Gerung/ Instagram

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik Rocky Gerung mengomentari fenomena tokoh politik yang ramai-ramai menjadi relawan uji klinis tahap 2 vaksin Nusantara di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto pada Rabu, 14 April.

"Akhirnya ada dua vaksin, yakni vaksin oligarki dan vaksin oposisi. Karena terlihat kendati secara teknis agak problematis karena menyuntikkan kembali darah yang diambil dari plasma kemudian dimasukkan kembali untuk memancing imunitas itu sifatnya individual tidak mungkin diproduksi massal karena perbedaan plasma darah," ujar Rocky Gerung dalam wawancara di channel YouTube, Kamis, 15 April.

Menurutnya, aksi sejumlah tokoh politik tersebut merupakan sebuah pemberontakan untuk mendukung vaksin gagasan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto itu.

"Semacam ada pemberontakan diam-diam untuk tidak menerima vaksin lain selain Nusantara. Itu sinyal yang ditunjukkan bahwa kita perlu mandiri dalam riset vaksin," kata Rocky.

"Tetapi ada semacam perlawanan politik juga karena tokoh-tokoh itu pamer bahwa kita vaksin Nusantara," sambungnya.

 

Rocky mengamini jika kesukarelaan tokoh-tokoh tersebut lantaran China mengakui bahwa efikasi vaksin Sinovac hanya berkisar 40 persen saja. Kemudian vaksin-vaksin lain yang juga mempunyai masalah karena ketidaksesuaian dosis dan kondisi psikobiologis orang sehingga menimbulkan beberapa kejadian.

"Memang kita sebetulnya harus meraba-raba tabiat COVID-19 ini seperti apa. Nah kita belum riset itu," katanya. 

Menurut Rocky, pemerintah terlalu tinggi mematok angka 70 persen untuk semua warga Indonesia disuntikkan vaksin agar terbentuk herd immunity. Padahal, belum tentu vaksin yang tersedia bisa mencukupi prosentase keharusan vaksinasi secara nasional.

"Mungkin 30 persen aja kan cukup karena kita sendiri tidak tahu gimana tubuh kita, imunitas kita. Jadi risetnya lama mungkin sebenarnya 20 persen disuntik udah selesai itu, tapi pemerintah selalu bisa sugesti bahwa semua harus suntik minimal 70-80 persen,"  jelasnya.

"Sekarang ada problem jumlah vaksin berkurang lalu gimana ceritanya itu? Paling satu bulan lagi habis, berarti yang disuntikkan sekali enggak ada gunanya. Itulah nanti masuk dalam jebakan putaran kedua bahkan putaran ketiga vaksin," tambah Rocky.

Rocky menilai, mbalelo-nya tokoh politik untuk menerima vaksin Nusantara adalah sinyal bahwa mereka tidak percaya lagi dengan kebijakan pemerintah. 

"Jadi dia mau bilang stop mengkonsumsi vakisinasi (impor, red) tapi pakai vanksin Nusantara. Tapi kan enggak bilang ke Pers. Ini lah vaksin dibalut politik," katanya.

Rocky mengakui ada dimensi politik dalam kesediaan mendukung vaksin Nusantara. Salah satunya ada semacam kejengkelan kepada pemerintah karena selalu ingin memonopoli informasi, memonopoli transsaksi, dan memonopili diplomasi.

"Sekarang ada politik Mbalelo melalui vaksinasi. Jadi hidup vaksin opisisi!," tandas Rocky Gerung.