Kendala yang Dihadapi IKM Otomotif Akibat Pandemi COVID-19
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih. (Foto: Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 kian meluas penyebarannya di Indonesia. Seiring dengan meluasnya virus tersebut, banyak industri kecil dan menengah (IKM) yang terdampak. Bahkan tak sedikit yang akhirnya bangkrut, lantaran tidak mampu bertahan.

Kementerian Perindustrian terus berupaya mendampingi, dan mendukung keberlangsungan IKM, dalam menghadapi dampak dari pandemi COVID-19 di Indonesia.

Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, Kemenperin telah mengidentifikasi segala tantangan yang dihadapi IKM di segala sektor. Salah satunya yakni, IKM otomotif yang kontribusinya cukup besar bagi pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional.

Dari data yang dihimpun Kemenperin, kata Gati, IKM komponen dan suku cadang otomotif pendukung masih tetap berproduksi. Meskipun, sebagian besar mengalami penurunan permintaan dari vendor, agen pemegang merek (APM), hingga pelanggan, di mana tingkat ketergantungannya sangat tinggi.

"Sebagai contoh, apabila Honda dan Yamaha berhenti produksi, potensi kerugian sekitar Rp2 miliar untuk IKM anggota Asosiasi Pengusaha Engineering Karawang (APEK)," katanya, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Minggu, 5 April.

Lebih lanjut, Gati mengatakan, salah satu IKM yang sudah bersiap mengantipasi dampak penyebaran COVID-19 adalah PT Gading Toolsindo. Mereka memprediksi jika terjadi lockdown atau karantina wilayah selama dua minggu, usahanya akan mengalami kerugian sekitar Rp570 juta. Sedangkan, jika lockdown terjadi selama satu bulan, kerugian yang dialami bisa mencapai Rp1,3 miliar dengan beban bunga kredit Rp480 juta.

Gati menjelaskan, data juga menunjukkan bahwa untuk akses distribusi dan pengiriman masih bisa berjalan sepanjang jalur tol nasional yakni Jakarta-Cikampek dan Pantura masih tetap dapat dilalui.

Adapun beberapa kendala yang dihadapi IKM komponen dan suku cadang, kata Gati, di antaranya adalah harga bahan baku yang lebih mahal, karena pengaruh kurs dolar.

Tak hanya, kata Gati, kendala lain yang dihadapai yakni langkanya ketersediaan masker dan penyanitasi tangan, serta mahalnya termometer infra merah dan peralatan semprot disinfektan. Padahal, peralatan tersebut dibutuhkan untuk menjalankan protokol kesehatan saat melakukan kegiatan produksi untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Di sisi lain, kata Gati, mengenai imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah atau work form home (WFH) belum bisa sepenuhnya diberlakukan pada karyawan nonproduksi. Sebab, adanya keterbatasan fasilitas, seperti tidak tersedianya komputer jinjing atau laptop di rumah.

"Namun, telah dilakukan beberapa upaya dalam rangka mendukung physical distancing. Kemudian, untuk penundaan pembayaran kredit/pinjaman dan subsidi gaji karyawan akan kami usulkan," jelasnya.

Menurut Gati, beberapa IKM Komponen otomotif yang tergabung dalam Perkumpulan Industri Kecil-Menengah Komponen Otomotif (PIKKO) Indonesia telah memiliki jaringan pemasok dari luar negeri, seperti PT Eran Tekniktama yang memiliki jaringan pemasok mesin pembuat masker dari China.

Gati mengungkap, IKM tersebut berharap dapat mengantongi izin impor mesin dari China untuk proses produksi membuat masker, dan kemudian hasilnya didonasikan untuk masyarakat.