Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai Pemerintah kurang tegas dalam menangani kasus pinjaman online atau Pinjol. Karena tidak ada ketegasan dari Pemerintah, masyarakat pun menjadi semakin banyak terjerat pinjol dengan bunga besar.

"Korban Pinjol terus bermunculan karena dianggap sebagai solusi saat membutuhkan uang cepat tanpa ribet. Padalah justru menyusahkan di kemudian hari dengan bunga yang tinggi dan penagihan yang tidak jelas," kata Mufti Anam, Selasa 17 Desember.

Kendati Pemerintah telah melakukan penutupan terhadap situs pinjol ilegal, Mufti menyebut pengawasan yang tidak ketat tetap saja membuat pinjol-pinjol bermunculan.

“Tanpa pengawasan yang memadai dan sanksi yang tegas, akibatnya korban terus bermunculan. Pemerintah tak berdaya karena pinjol makin merajalela, rakyat menderita,” tuturnya.

Mufti menilai Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang lebih tegas terkait Pinjol ini karena sudah banyak masyarakat yang menjadi korban. Pinjol telah berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat, bahkan pada kasus kriminal.

“Berapa kali kita dengar ada kasus kekerasan bahkan hingga pembunuhan karena utang pinjol. Pemerintah seharusnya bisa melihat masalah pinjol ini merusak sendi-sendi kehidupan karena utang pinjol kerap membutakan nurani manusia,” papar Mufti.

Belum lagi, kasus-kasus yang membuat individu bahkan keluarga putus asa karena terlilit utang pinjol. Baru-baru ini sekeluarga di Kediri, Jawa Timur, berusaha melakukan percobaan bunuh diri karena terjerat utang pinjol. Ayah, ibu, dan anak sulung selamat, namun anak yang masih balita meninggal dunia.

Sekeluarga bunuh diri karena masalah utang pinjol juga terjadi di Tangerang, Banten, dan bahkan dilakukan oleh beberapa guru. Mufti menilai upaya peningkatan inklusi keuangan bagi masyarakat yang tidak bankable malah justru menyebabkan rakyat terperosok pada utang yang tidak pernah berhenti.

Tak sedikit masyarakat terjerat pinjol melakukan gali lubang tutup lubang yang membuat utangnya semakin menumpuk. Mufti menyebut, seharusnya fenomena seperti ini bisa diputus bila ada kebijakan yang mendukung perekonomian rakyat.

"Banyak yang terjerat pinjol gali lubang tutup lubang, sampai pada titik nggak ada lubang yang bisa digali akhirnya menggali lubang untuk diri sendiri (bunuh diri),” tutur Legislator dari Dapil Jawa Timur II itu.

Dari data Bank Indonesia, kredit pinjol per Maret 2024 sudah melampaui angka Rp 64 triliun. Hal ini menunjukkan betapa cepat pertumbuhan dan mudahnya masyarakat terjerat pada rentenir pinjol.

Bahkan berdasarkan data OJK, total utang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kepada pinjol mencapai Rp 19 triliun pada Mei 2023. Mufti pun meminta Pemerintah untuk menyelesaikan regulasi soal pinjol ini, yang disebut bisa mudah diatasi manakala ada ketegasan dan keberpihakan pada rakyat.

“Kami menyesalkan kenapa regulasi mengenai pinjol ini belum juga siap karena masih banyak lubang di sana-sini. Tidak ada perbaikan sama sekali padahal korban sudah banyak, tidak hanya kehilangan harta karena bunga yang mencekik tapi kehilangan nyawa karena tidak sanggup membayar,” urainya.

Mufti mengatakan, kondisi berat ekonomi membuat masyarakat nekat untuk berutang dengan bunga tak masuk akal. Pemerintah semestinya menyelesaikan persoalan dari tingkat dasar.

“Sekarang ini kita semua menyaksikan banyak rakyat yang frustasi dan sebagian memilih bunuh diri, karena diteror oleh debt collector pinjol. Pemerintah ini seperti membiarkan pinjol tanpa pengawasan yang memadai, yang artinya banyak ruang gelap dan abu-abu yang dimanfaatkan pinjol,” terang Mufti.

Anggota Komisi di DPR yang ruang lingkup tugasnya terkait perkoperasian rakyat dan BUMN ini meminta Pemerintah tegas terhadap pinjol. Mufti menilai sudah banyak pinjol yang bermasalah tapi dibiarkan saja.

“Ada sanksi tapi sekedar administrasi. Pemerintah harus bisa membatasi pinjol, terapkan aturan yang membatasi jumlah bank dengan aturan kecukupan modal dan lainnya,” sebutnya.

“Tanpa ada pembatasan yang jelas dan roadmap pinjol, maka pinjol itu mati satu tumbuh seribu. Satu ditutup maka seribu pinjol muncul, artinya sama saja menyediakan banyak pilihan racun ke rakyat,” lanjut Mufti.

Tak hanya itu, Mufti juga meminta para pemilik layanan pinjol harus juga dikenai sanksi jika bermasalah.

“Jangan hanya operator dan pegawai kelas bawah saja yang diciduk aparat penegak hukum, yang piramida paling atas yaitu pemilik pinjol juga harus dijerat,” tukasnya.

Mufti pun mengingatkan Pemerintah untuk serius dan menempatkan masalah pinjol sebagai salah satu prioritas. Termasuk dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Omong kosong bicara 3 juta rumah, tapi kemudian banyak masyarakat yang tidak bisa ajukan kredit rumah, karena ada jejak kredit macet di pinjol, meskipun pernah punya track record macet hanya Rp 100 perak, maka akan diblack-list,” papar Mufti menerangkan dampak negatif pinjol yang sedemikian parah.

Mufti juga meminta Pemerintah mempermudah masyarakat dengan penyediaan layanan pinjaman yang ramah bunga. Misalnya meningkatkan inklusi keuangan dengan menggalakkan kembali program-program koperasi kerakyatan.

“Dulu koperasi itu sangat membantu perekonomian masyarakat, tapi sekarang makin lama makin surut. Ini harusnya kembali dibumikan oleh Pemerintah agar program koperasi kerakyatan kembali menjadi alternatif keuangan di tengah masyarakat,” ucapnya.

“Kemudian bagaimana memberdayakan lembaga keuangan yang sudah ada seperti bank, pegadaian, BPD, BPR, Baital Mal dan lainnya untuk menjangkau lebih banyak rakyat Indonesia,” pungkas Mufti.