Bagikan:

YOGYAKARTA - Demi keamanan dan kesepakatan yang jelas, aktivitas pinjam-meminjam harus dilakukan dengan adanya surat perjanjian resmi. Pihak yang memberikan pinjaman harus membuat surat perjanjian hutang-piutang yang akan ditandatangani oleh pihak yang melakukan pinjaman. 

Surat perjanjian hutang-piutang berbentuk dokumen yang digunakan sebagai bukti peminjaman yang dilakukan oleh seseorang. Penyertaan surat ini bertujuan untuk mencatat kesepakatan pihak terkait dengan jelas, baik tanggal, waktu, dan nominal yang perlu dibayarkan. 

Bagi Anda yang ingin memberikan pinjaman kepada seseorang, sebaiknya pahami dulu apa itu surat perjanjian hutang-piutang dan kegunaannya. Surat perjanjian ini sangat penting dibuat baik ketika peminjamnya adalah orang yang tidak dekat, teman akrab, hingga keluarga. 

Pengertian Surat Perjanjian Hutang Piutang

Menurut laman Investopedia, surat perjanjian hutang merupakan dokumen resmi yang berisi janji tertulis dari pihak pembuat atau penerbit kepada penerima hutang. Dalam perjanjian ini, pihak yang memberikan pinjaman disebut kreditur dan pihak penerima pinjaman dikenal sebagai debitur.

Surat perjanjian hutang piutang termasuk dalam ranah hukum harta kekayaan. Biasanya, dokumen ini mencantumkan informasi rinci tentang hutang, termasuk syarat-syarat, serta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.

Hak tagih atau hak piutang berawal dari kesepakatan yang dibuat antara pemberi dan penerima hutang. Isi surat perjanjian ini harus dilaksanakan oleh kedua pihak dengan penuh itikad baik (good faith).

Berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), kesepakatan dalam surat perjanjian hutang piutang bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan sepihak. Pengecualian hanya berlaku apabila ada kesepakatan baru yang disetujui oleh kedua belah pihak.

"Persetujuan itu tidak bisa ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh UU," tulis aturan tersebut.

Surat perjanjian hutang piutang bisa dibuat dengan adanya saksi. Saksi bisa digunakan sebagai alat bukti hutang piutang dan panduan pelaksanaan hukum perjanjian bagi kedua belah pihak.

Namun kedudukan saksi bukan hal wajib, kecuali surat perjanjian hutang piutang dibuat di hadapan notaris. Surat dan saksi dapat memberikan bukti yang kuat, jika terjadi perselisihan di kemudian hari.

Tujuan Surat Perjanjian Hutang Piutang

Surat perjanjian hutang piutang bertujuan sebagai alat bukti yang menyatakan adanya suatu tindakan, fakta, atau keadaan dalam ranah hukum perdata. Dokumen tersebut dikenakan bea meterai sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 13 Tahun 1985.

Ketiadaan meterai pada surat perjanjian, seperti dalam perjanjian jual beli, tidak serta-merta membuat perjanjian tersebut batal demi hukum. Hal ini hanya memengaruhi kelengkapan surat sebagai alat bukti di mata hukum.

Keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh keberadaan meterai, melainkan bergantung pada pemenuhan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang meliputi kesepakatan, kecakapan para pihak, objek tertentu, dan sebab yang halal.

Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang

Berikut ini beberapa contoh surat perjanjian hutang piutang yang bisa Anda jadikan referensi untuk membuatnya:

Contoh surat perjanjian hutang dengan jaminan

SURAT PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

Pada hari ini, Senin 9 Desember 2024, telah ditandatangani suatu perjanjian hutang piutang uang antara kedua pihak yaitu:

  1. Siska Meulida, bertempat tinggal di Jalan Imam Bonjol RT.020/02 Kec. Mlati, Kabupaten Sleman, dalam hal ini bertindak atas nama diri sendiri selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
  2. Roban Hermawan beralamat di Jalan Kenari RT.002/004 Kec. Bangutapan. Bantul, dalam hal ini bertindak atas nama diri sendiri, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA.

Terlebih dahulu PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA menerangkan bahwa:

  1. Para pihak menerangkan terlebih dahulu bahwa PIHAK PERTAMA telah meminjam dari PIHAK KEDUA sejumlah uang sebesar Rp20.000.000, (dua puluh juta rupiah). 
  2. Bahwa mengenai pinjaman uang tersebut dan sekalian mengenai pemberian jaminan surat tanah berikut dengan bidang tanahnya tersebut kedua belah pihak bermaksud hendak menetapkan dalam suatu perjanjian.

Pasal 1

JUMLAH PINJAMAN

PIHAK PERTAMA dengan ini telah meminjam dari PIHAK KEDUA uang sejumlah Rp20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dengan pengembalian uang selama 4 Bulan.

Pasal 2

PENYERAHAN PINJAMAN

PIHAK KEDUA telah menyerahkan uang sebagai pinjaman sebesar Rp20.000.000,- (dua  puluh juta rupiah) tersebut secara tunai dan sekaligus kepada PIHAK PERTAMA pada saat perjanjian ini dibuat dan ditandatangani dan PIHAK PERTAMA menyatakan telah menerimanya dengan menandatangani bukti penerimaan (kuitansi) yang sah.

Pasal 3

BUNGA

  1. Atas hutang sejumlah Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) tersebut, PIHAK PERTAMA dikenakan bunga setiap bulannya sebesar 10% (sepuluh persen) oleh PIHAK KEDUA.
  2. Pihak yang dikenakan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini adalah sisa hutang yang belum dibayar oleh PIHAK PERTAMA.

Pasal 4

SISTEM PENGEMBALIAN

PIHAK PERTAMA wajib membayar kembali hutangnya tersebut kepada PIHAK KEDUA dengan cara pembayaran angsuran sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) setiap bulan, per tanggal 18 sampai pengembalian uang sejumlah Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) tersebut.

Pasal 5

BIAYA PENAGIHAN

  1. Bilamana untuk pembayaran kembali atas segala sesuatu yang berdasarkan perjanjian ini, diperlukan tindakan-tindakan penagihan oleh PIHAK KEDUA maka segala biaya-biaya penagihan itu baik di hadapan maupun di luar pengadilan menjadi tanggungan dan wajib dibayar oleh PIHAK PERTAMA.

Pasal 6

PENGEMBALIAN SEKALIGUS

  1. Apabila PIHAK PERTAMA karena sebab apapun juga lalai atau ingkar dari perjanjian ini, namun masih ada hutang yang belum lunas dibayar oleh PIHAK PERTAMA, maka selambat-lambatnya dalam waktu 2 bulan terhitung semenjak tanggal jatuh tempo, PIHAK PERTAMA wajib membayar lunas seluruh tunggakan yang belum dilunasi oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA.
  2. Pihak yang digolongkan sebagai kelalaian atau ingkar janji PIHAK PERTAMA. Sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal ini, apabila PIHAK PERTAMA lalai memenuhi salah satu kewajibannya, yang ditetapkan dalam perjanjian ini.
  3. Terhadap PIHAK PERTAMA diajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, untuk diletakan dibawah pengakuan atau untuk dinyatakan pailit.
  4. Bilamana harta kekayaan dari PIHAK PERTAMA terutama bangunan rumah tinggal berikut dengan bidang tanahnya disita atau bilamana terhadap PIHAK PERTAMA dilakukan tindakan eksekusi untuk pembayaran kepada PIHAK KEDUA.
  5. Bilamana PIHAK PERTAMA meninggal dunia.

Pasal 7

KUASA

  1. PIHAK PERTAMA dengan ini memberikan kuasa kepada PIHAK KEDUA, untuk mengambil dan menguasai rumah dan tanah serta turutannya sebagaimana disebut pada pasal 7 untuk menjual atau melakukan lelang serta memiliki sendiri atas benda jaminan tersebut dalam rangka melunasi hutang PIHAK PERTAMA.
  2. Kuasa yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA di dalam atau berdasarkan perjanjian ini, adalah bagian yang terpenting dan tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan juga tidak akan berakhir, karena meninggal dunianya PIHAK PERTAMA atau karena sebab apapun juga.

Pasal 8

PENYELESAIAN PERSELISIHAN

  1. Apabila ada hal-hal yang tidak atau belum diatur dalam perjanjian ini dan juga jika terjadi perbedaan penafsiran atas seluruh atau sebagian dari perjanjian ini, maka kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.
  2. Jika penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak menyelesaikan perselisihan tersebut, maka perselisihan tersebut akan diselesaikan secara hukum yang berlaku di Indonesia.

Pasal 9

LAIN-LAIN

Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam perjanjian utang piutang ini, akan diatur lebih lanjut dalam bentuk surat menyurat dan atau addendum perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak yang merupakan salah satu kesatuan atau bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

Pasal 10

PENUTUP

Perjanjian Hutang Piutang uang ini dibuat rangkap 2 (dua), di atas kertas bermeterai cukup untuk masing-masing pihak yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta tanpa unsur paksaan dari pihak manapun.

PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA

(Siska Meulida) (Roban Hermawan)

SAKSI-SAKSI:

(........................................)

Demikianlah penjelasan mengenai apa itu surat perjanjian hutang-piutang dan tujuannya. Surat perjanjian tersebut dibuat untuk menjamin keamanan dan kejelasan dalam kesepakatan dua pihak yang melakukan aktivitas pinjam-meminjam. Baca juga cara tanda tangan di materai tempel yang sah.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan info terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.