Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Bengkulu nonaktif Rohidin Mersyah. Temuan ini didapat setelah penyidik menggeledah sejumlah tempat pada 4-6 Desember.

"Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan berupa dokumen-dokumen surat dan catatan tangan serta barang bukti elektronik atau BBE yang diduga punya keterkaitan dengan perkara tersebut di atas," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 6 Desember.

Tessa mengatakan ada 13 tempat yang digeledah. Rinciannya, tujuh rumah rumah pribadi, 1 rumah dinas, dan lima kantor di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

"Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari rangkaian lanjutan kegiatan penyidikan atas penangkapan yang dilakukan KPK pada tanggal 23-24 November," jelas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

"Penggeledahan yang dilakukan bertujuan untuk mencari alat bukti lain yang dapat memperkuat alat bukti yang telah dimiliki oleh penyidik serta memastikan ada tidaknya pidana korupsi lain yang dilakukan oleh para tersangka," sambung tessa.

KPK menyebut bukti ini akan dikonfirmasi kepada para saksi yang bakal dipanggil. Mereka diminta untuk menyampaikan pernyataan secara benar di hadapan penyidik.

"KPK mengimbau kepada pejabat-pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk bersikap kooperatif serta menyampaikan keterangan dengan sebenar-benarnya," ujar Tessa.

"Bagi pihak yang tidak bersikap kooperatif, tentu kami akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang. Penyidikan saat ini masih memungkinkan untuk meminta pihak lainnya yang patut dimintakan pertanggungjawaban pidananya," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan. Tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evrianshah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.

Saat OTT dilakukan, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Pemerasan dan penerimaan gratifikasi itu disebut untuk membiayai Rohidin yang kembali maju sebagai calon petahana.

Akibat perbuatannya, tiga tersangka ini disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.