Bagikan:

JAKARTA – Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan komitmen Indonesia untuk memperkuat diplomasi budaya melalui pelestarian warisan budaya takbenda. Dalam Sidang ke-19 Komite untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Paraguay, ia mengumumkan tiga warisan budaya Indonesia yang diusulkan untuk dimasukkan dalam daftar UNESCO: Reog Ponorogo, Kebaya, dan Kolintang.

"Warisan budaya takbenda bukan hanya peninggalan masa lalu, tetapi juga bukti ketangguhan manusia dalam menghadapi tantangan dunia modern, seperti perubahan iklim, konflik, dan urbanisasi," kata Fadli Zon dalam pidato virtualnya, seperti yang dikutip dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa 3 Desember.

Reog Ponorogo diusulkan dalam kategori Urgent Safeguarding List, sementara Kebaya dan Kolintang masuk dalam kategori warisan yang melibatkan beberapa negara.

Fadli Zon juga menyoroti keragaman budaya Indonesia sebagai kekuatan utama diplomasi budaya. "Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, 2.400 kelompok etnis, dan 720 bahasa daerah. Melalui Bhinneka Tunggal Ika, kami terus melestarikan budaya untuk memperkuat persatuan di tengah perbedaan," jelasnya.

Hingga saat ini, Indonesia telah mendaftarkan 2.000 elemen budaya dalam Inventarisasi Nasional Warisan Budaya Takbenda dan 13 elemen dalam Daftar UNESCO. Tahun ini, Indonesia juga mencalonkan diri untuk menjadi anggota Komite Antar Pemerintah UNESCO untuk periode 2026–2030.

Di bawah visi Astacita Presiden Prabowo Subianto, Fadli Zon menekankan bahwa upaya pelestarian budaya tidak hanya untuk melindungi tradisi tetapi juga untuk menciptakan dunia yang lebih inklusif dan berkelanjutan. "Sidang ini adalah momentum bagi Indonesia untuk memperkuat kerja sama global dalam menjaga keberlanjutan budaya," tutupnya.

Sidang UNESCO ini menjadi forum penting bagi negara-negara anggota untuk menyusun strategi perlindungan warisan budaya dunia. Tiga elemen budaya Indonesia dijadwalkan disidangkan pada 3 hingga 5 Desember 2024, yang memperlihatkan peran Indonesia sebagai pemimpin dalam diplomasi budaya global.