Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Jaringan Nasional (Jarnas) Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Rahayu Saraswati D menyoroti Batam, Nusa Tenggara Timur (NTT), Surabaya, Sulawesi Utara dan Bali yang memiliki angka kasus TPPO tinggi. 

Rahayu mengusulkan revisi UU TPPO, terutama terkait perlindungan anak di bawah 18 tahun yang harus diperlakukan sebagai korban, tanpa memperhitungkan persetujuan.

Dia juga menekankan pentingnya penguatan Direktorat TP PPA-PPO Mabes Polri, baik dari segi kapasitas aparat maupun profesionalisme. 

"Direktorat ini tidak boleh dianggap sebelah mata. Aparat yang menangani harus memiliki hati dan keahlian khusus," ujarnya dalam diskusi rangkaian Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP), Selasa 26 November.

Ketua Harian Jarnas Anti TPPO, Romo Chrisanctus Paschalis Satumus, yang juha hadir dalam diskusi ini memaparkan bahwa Batam menjadi kota sentral bagi sindikat TPPO sebagai transit pekerja migran ke luar negeri. 

Ia mengungkap keberadaan jaringan mafia yang bekerja secara sistematis, bahkan melibatkan oknum aparat. "Modusnya beragam, mulai dari pekerjaan rumah tangga hingga eksploitasi seksual," tegasnya.

Dalam diskusi ini turut hadir Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan; Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak/Pidana Perdagangan Orang Mabes Polri, Brigjen (Pol) Desy Andriani; Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani; dan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah.

Kegiatan ini mendapat sambutan positif dari Wamen PPPA dan lembaga terkait. 

Sementara Brigjen Desy berkomitmen meneruskan informasi yang disampaikan Jarnas Anti TPPO ke pimpinan Polri.

Di akhir diskusi, Rahayu menutupnya dengan menyampaikan rencana peluncuran Catatan Tahunan 2024 bersamaan dengan Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional di Batam pada 18 Desember mendatang.