JAKARTA - Sejak kudeta militer pada Februari 2021, sebanyak 3,4 juta orang di Malaysia mengungsi. Dari jumlah itu, 40 persennya kategori anak-anak.
Angka pengungsi itu juga berdasarkan cuaca ekstrem yang melanda negara di Asia Tenggara tersebut.
Myanmar dihantam Topan Yagi berujung banjir besar pada September 2024. Bencana itu mengakibatkan lebih dari 400 orang meninggal dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka.
"Krisis kemanusiaan di Myanmar mencapai titik kritis, dengan meningkatnya konflik dan guncangan iklim yang menempatkan anak-anak dan keluarga pada risiko yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata wakil direktur eksekutif UNICEF Ted Chaiban dalam sebuah pernyataan Kamis, 21 November, dikutip dari AFP.
"Lebih dari 3,4 juta orang telah mengungsi di seluruh negeri, hampir 40 persen di antaranya adalah anak-anak,” sambung dia.
BACA JUGA:
Junta militer yang menggulingkan Pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 2021, kini mendapat perlawanan keras aliansi kelompok-kelompok pemberontak di berbagai daerah di Myanmar.
Banyak tuduhan diarahkan kepada prajurit junta militer Myanmar dari dalang peristiwa berdarah hingga aktivitas serangan udara dan artileri untuk menghukum masyarakat sipil.
Pertempuran tersebut, serta bencana alam yang parah seperti Topan Yagi, kata Chaiban, telah memberikan gangguan psikologis dan kesehatan parah pada anak-anak.
"Membuat mereka mengungsi, rentan terhadap kekerasan, dan terputus dari perawatan kesehatan dan pendidikan," kata Chaiban.