JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai niatan Johanis Tanak menghapus operasi tangkap tangan (OTT) hanya bertujuan memuluskan langkahnya dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon pimpinan (capim) KPK.
Ia dianggap berupaya mengambil hati para anggota Komisi III DPR RI. Sehingga, Johanis bisa melanjutkan sebagai pimpinan di periode 2024-2029.
"Pernyataan itu dilontarkan oleh Tanak tidak lebih dari sekadar hanya untuk mengambil hati anggota DPR yang mengujinya. Padahal yang disampaikannya jelas tidak berdasar dan menyesatkan," kata peneliti ICW, Diky Anandya kepada wartawan yang dikutip Kamis, 21 November.
Diky menilai OTT KPK selama ini memang harus direncanakan mulai dari proses penyadapan hingga mengintai pelaku. "Dan ketika terduga beraksi, KPK dapat langsung melakukan penangkapan," tegasnya.
"Dan perlu dipahami bahwa proses penyadapan sendiri sebagai sebuah proses perencanaan ketika hendak melakukan OTT secara eksplisit telah diamanatkan dalam Pasal 12 Ayat 1 UU KPK," sambung pegiat antikorupsi ini.
Adapun bunyi pasal tersebut adalah sebagai berikut: "Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan."
Selain itu, terminologi operasi tangkap tangan yang digunakan KPK juga sesuai dengan Pasal 1 ayat 19 KUHAP. Sehingga, giat penindakan ini masih perlu dilakukan.
Bahkan, Diky bilang operasi senyap menjadi instrumen penegakan hukum yang sangat ampuh. "Melaui OTT pula, KPK mencatatkan banyak keberhasilan dalam mengungkap tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara mulai dari menteri, ketua DPR, hingga hakim MK," ujarnya.
"Jika disampaikan bahwa dirinya hendak menghapus OTT sebagai sebuah strategi dalam pemberantasan korupsi maka pernyataan tersebut adalah bentuk untuk melemahkan kinerja KPK," jelas Diky.
Diberitakan sebelumnya, Johanis Tanak mendapat tepuk tangan dari anggota Komisi III DPR RI saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebagai calon pimpinan (capim) KPK. Dia menyebut akan menghapus operasi tangkap tangan (OTT) jika terpilih kembali.
"Seandainya saya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close karena itu (OTT, red) tidak sesuai dengan penhgertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Johanis di hadapan para legislator, Selasa, 19 November.
Johanis kemudian menyinggung kata 'operasi' yang dilakukan saat dokter maupun tenaga kesehatan punya perencanaan matang sebelum bertindak. Pengertian ini disebutnya berbeda dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Sementara pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP adalah suatu peristiwa yang terjadinya seketika itu juga pelakunya ditangkap dan menjadi tersangka," jelasnya.
BACA JUGA:
"Kalau pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentu tidak ada perencanaan. Kalau ada satu perencanaan, operasi itu terencana, peristiwa yang terjadi suatu seketika itu tertangkap, ini suatu tumpang tindih yang tidak tepat," sambung Wakil Ketua KPK tersebut.