Ditekan Pandemi COVID-19, BI Optimis Rupiah Balik ke Rp15.000 Lagi
Gedung Bank Indonesia. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia memprediksikan nilai tukar rupiah akan menguat meski ditekan pandemi virus corona atau COVID-19. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengaku optimis nilai tukar rupiah akan bergerak ke angka Rp15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) hingga akhir tahun.

"Kami yakin nilai tukar tidak hanya stabil tapi juga menguat Rp15 ribu akhir tahun ini," ucapnya, dalam video conference bersama wartawan, di Kantor BI, Jakarta, Kamis, 2 April.

Perry menjelaskan, pihaknya terus berupaya untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, terlihat dari posisi rupiah yang stabil dalam sepekan terakhir. Upaya tersebut berhasil dilakukan setelah beberapa waktu lalu, rupiah sempat terdepresiasi cukup dalam karena kepanikan pasar global.

"Nilai tukar rupiah saat ini memadai levelnya dan bahwa BI terus melakukan stabilisasi kurs agar bergerak stabil," jelasnya.

Di sisi lain, Perry menilai, saat ini investor global sudah cenderung optimistis terhadap kondisi Indonesia. Apalagi, berbagai kebijakan baik moneter maupun fiskal gencar digelontorkan pemerintah demi memperbaiki kondisi perekonomian di tengah pandemi COVID-19.

Perry juga menegaskan, pihaknya bersama Kementerian Keuangan terus berusaha agar skenario terburuk pemerintah terkait dengan rupiah tak terjadi. Menurut dia, nilai tukar rupiah yang sempat dikatakan akan melemah ke level Rp17.500 hingga Rp20.000 per dolar Amerika bukan proyeksi BI maupun Kementerian Keuangan.

"Kami perlu tekankan bahwa angka-angka makro ekonomi yang dipaparkan itu what if scenario, bukan proyeksi," ucapnya.

Menurut Perry, latar belakang pembuatan what if scenario, termasuk nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi, karena melihat kondisi penyebaran COVID-19 di masyarakat. Pasalnya, telah terjadi pergerakan manusia dari DKI Jakarta ke berbagai wilayah, misalnya Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, bahkan luar Pulau Jawa.

Perry berujar, what if scenario bisa terjadi apabila penyebaran virus COVID-19 kian meluas. Bukan hanya di DKI Jakarta sebagai epicentrum wabah, tetapi provinsi lain. What if scenario, lanjutnya, dapat terjadi apabila KSSK tidak melakukan langkah-langkah bersama.

"Presiden dan sejumlah Gubernur di beberapa provinsi sudah melakukan berbagai upaya. Penyebaran itu terus meluas dan menimbulkan dampak lebih buruk, angka kematian tinggi. Makanya, kami berkoordinasi dan melakukan langkah antisipatif agar kondisi buruk tidak terjadi," jelasnya.