Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin tetap mengingatkan jajaran Polri agar tidak bertindak arogan dalam menjalankan tugasnya. 

Hal ini disampaikan Azis merespons Surat Telegram larangan media menyiarkan arogansi polisi yang kini sudah dicabut. 

“Memang jika surat telegram itu berlaku, akan memunculkan persepsi, kesan, maupun penafsiran yang beragam. Harapannya, ini tidak terjadi lagi di tubuh Polri,” ujar Azis kepada wartawan, Kamis 8 April.

Dewan Pembina Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) itu, berharap Polri tetap bertindak tegas dalam setiap pelanggaran sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Namun sesuai jargonnya, sikap tegas itu mesti dibarengi dengan cara humanis.

“Tegas bukan berarti keras dan brutal. Tegas berarti menjalankan tugasnya sesuai SOP dan mampu mengedepankan sisi humanis untuk masyarakat,” jelas Azis.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan tidak bisa dipungkiri belakangan muncul beredar video atau tayangan di media yang menunjukan arogansi dari anggota kepolisian.

“Dan gerak-gerik perilaku anggota Kepolisian ini selalu menjadi sorotan media khususnya publik,” kata Azis.

Azis mengingatkan Kepolisian untuk selalu tegak lurus dengan tugas dan fungsinya. Polisi, dikatakannya, harus berhati-hati saat di lapangan dan tidak memperlihatkan tindakan yang kebablasan sehingga terlihat arogan.

“Karena satu perbuatan arogan oknum polisi dapat merusak citra Polri yang terus berbenah dan menunjukkan sikap profesionalitasnya,” katanya.

Azis pun menyambut baik permintaan maaf yang disampaikan Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo terkait beredarnya telegram tersebut. Langkah itu menurutnya, sudah tepat dalam merespon isu yang beredar di masyarakat.

"Penjelasan Kapolri setidaknya bisa dipahami dan dimaklumi. Terlebih, alasan Surat Telegram awal tersebut niatnya hanya untuk internal Polri," jelasnya.

Diketahui, dalam surat telegram Kapolri Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang diterbitkan pada 5 April 2021 itu salah satunya menyebutkan media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan dan diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

Meski demikian, surat telegram tersebut lalu dicabut dengan menerbitkan Surat Telegram baru dengan Nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tanggal 6 April 2021.

Surat Telegram tersebut dinilai sebagai pengekangan terhadap tugas jurnalis dalam mengumpulkan informasi dan peliputan.

“Sudah dijelaskan secara detail oleh Kapolri. Ini sejalan dengan pencabutan surat Telegram itu. Saya rasa, tidak perlu diperdebatkan lagi. Kapolri sudah menyadari, jika Surat Telegram ini akan menimbulkan pertentangan di kalangan rekan-rekan jurnalis khususnya serikat media dan wartawan di Tanah Air,” katanya.