Kemenkumham Pastikan Napi Korupsi dan Teroris Tak Dapat Keringanan Hukuman karena COVID-19
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memastikan narapidana korupsi, terorisme serta kejahatan tidak biasa (extra-ordinary crime) lainnya tak masuk dalam daftar 30 ribu orang yang akan dibebaskan untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Junaedi mengatakan, warga binaan yang akan dibebaskan itu dipastikan bukan warga binaan yang terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.

"Penyebaran COVID-19 di lapas dan rutan dilakukan percepatan pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi yang merupakan wilayah kewenangan Menkumham RI. (Percepatan) diberikan kepada warga binaan yang tidak terkait, sekali lagi, tidak terkait dengan PP 99," Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Junaedi dalam konferensi video pada Rabu, 1 Maret.

Dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu disebutkan sejumlah jenis kejahatan yang mempunyai ketentuan berbeda untuk pemenuhan hak narapidananya.

Kejahatan yang dimaksud adalah tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia (HAM) yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

Sementara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly akan mengusulkan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk mencegah penyebaran COVID-19. Apalagi, kondisi lapas di Indonesia saat ini sudah melebihi kapasitas yang disediakan.

Dalam rapat bersama Komisi III DPR RI secara virtual, Yasonna mengatakan jika revisi ini dilaksanakan maka Kemenkumham akan membebaskan napi koruptor yang berusia di atas 60 tahun yang sudah menjalani 2/3 masa tahanannya. Jumlah mereka sekitar 300 orang.

Selain itu, ada juga narapidana dengan sejumlah kriteria yang akan dikeluarkan. Di antaranya, narapidana kasus narkotika yang dihukum 5 hingga 10 tahun penjara dan telah menjalani 2/3 masa hukumannya. Ketika revisi ini disetujui, para napi ini akan menjalani asimilasi di rumah.

Selanjutnya, Kemenkumham akan mengeluarkan narapidana tindak pidana khusus yang memiliki penyakit kronis yang telah dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah. Jumlah mereka diperkirakan mencapai 1.457 orang dan narapidana warga negara asing jumlahnya mencapai 53 orang.

Rencananya, rancangan revisi peraturan ini akan dibawa ke rapat terbatas untuk meminta persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Yasonna juga menyebut, dia telah bersurat ke Mahkamah Agung agar tidak mengirim napi baru ke rumah tahanan.

"Jadi dengan pengurangan ini, dengan angka-angka tambahan-tambahan ini bisa kita lakukan di angka 50 ribuan dan bertahap mungkin bisa melebar. Apalagi jika intake Polri bisa ditahan, akan membantu kami mengatasi krisis," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Kemenkumham akan membebaskan sebagian narapidana dan anak-anak untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19. Pembebasan sebagian narapidana itu akan melalui asimilasi dan pembebasan bersyarat.

Hal ini sesuai dengan surat keputusan bernomor M.HH -19.PK.01.04.04. Tahun 2020 yang berisi tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi adalah upaya pencegahan dan penyelamatan narapidana dan anak yang berada di Lembaga Pemasyarakatan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, dan Rumah Tahanan Negara dari penyebaran Covid-19.

Namun, ada beberapa ketentuan atau aturan lainnya bagi narapidana dan anak yang akan dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, bagi narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh pada 31 Desember 2020 dan kemudian bagi anak setengah masa pidananya jatuh pada 31 Desember 2020.

Syarat kedua, yakni, narapidana dan anak tersebut tidak terikat dengan PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan tidak sedang menjalani subsider, serta bukan warga negara asing.

Sementara, ketentuan narapidana dan anak yang dibebaskan dengan cara integrasi, yakni pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang kebebasan adalah narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidananya. Sementara bagi anak adalah mereka yang telah menjalani setengah masa pidananya.